(IslamToday ID) – Pemerintah memutuskan akan memulai pembelajaran tatap muka pada tahun ajaran baru Juli mendatang.
Dalam rapat terbatas, Senin (7/6/2021), Presiden Jokowi menekankan bahwa sekolah tatap muka terbatas harus dijalankan dengan ekstra hati-hati. Di antaranya, sekolah hanya boleh dilakukan maksimal dua hari dalam sepekan dengan waktu belajar maksimal dua jam.
“Jadi seminggu hanya maksimal dua hari boleh tatap muka. Setiap hari, maksimal hanya dua jam. Dan kelas hanya diperbolehkan maksimal 25 persen dari jumlah murid yang hadir,” ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers usai rapat terbatas seperti dikutip dari Tempo.
Ia juga menekankan opsi menghadirkan anak ke sekolah ditentukan orang tua. “Tugas kami memastikan semua guru harus selesai divaksinasi sebelum sekolah dimulai, jadi mohon bantuan kepada kepala daerah untuk memprioritaskan guru,” ujar Budi.
Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud-Ristek) Nadiem Makarim sebelumnya menargetkan semua sekolah sudah melakukan kegiatan pembelajaran tatap muka mulai Juli 2021.
Padahal di sejumlah daerah saat uji coba pembelajaran tatap muka terdapat temuan siswa dan tenaga pendidik yang terinfeksi Covid-19. Namun Nadiem tetap berkeras.
Hal ini mengacu pada tempat-tempat lain seperti pusat perbelanjaan dan perkantoran yang sudah dibuka kembali. Terlebih masa depan Indonesia sangat bergantung pada sumber daya manusia (SDM).
“Tidak ada tawar menawar untuk pendidikan, terlepas dari situasi yang kita hadapi,” ujar Nadiem seperti dikutip dari Kompas.
Sekolah tatap muka terbatas yang sudah dilakukan di beberapa daerah bahkan sempat menimbulkan klaster baru Covid-19.
Usai uji coba sekolah tatap muka, SMA Negeri 4 Pekalongan, Jawa Tengah, ditutup karena 37 tenaga pendidik terkonfirmasi positif Covid-19. Hal ini berawal dari seorang guru yang sakit tetapi tetap berangkat ke sekolah. Setelah dites usap, guru itu dinyatakan positif Covid-19.
Di Cimahi, Jawa Barat, kegiatan pelaksanaan pembelajaran tatap muka ditunda setelah ada 11 orang yang dinyatakan positif Covid-19. Ke-11 orang ini terdiri dari 5 siswa SD, 3 siswa SMP, dan 3 orang guru.
Di Sumatera Utara, Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi belum mengizinkan sekolah tatap muka di buka karena pandemi Covid-19 di Sumut belum dapat dikendalikan. Sekolah tatap muka dikhawatirkan menimbulkan klaster Covid-19 baru dan siswa bisa menjadi korban.
Sekolah tatap muka di Sumut baru akan digelar jika angka penularan Covid-19 sudah turun.
Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo menyatakan pembukaan sekolah tatap muka pada bulan Juli atau sekitar 1,5 bulan usai libur lebaran bukan langkah tepat.
Meski harus diakui konsekuensi pendidikan jarak jauh mengakibatkan timbulnya risiko learning loss atau hilangnya minat belajar pada siswa karena kurangnya interaksi pembelajaran langsung dengan guru.
Di Kabupaten Lebak, Banten, Dinas Pendidikan mencatat sedikitnya 415 SMP putus sekolah selama pandemi karena ragam alasan yakni bekerja karena kesulitan ekonomi, menikah, hingga malas sekolah.
Selain itu sebanyak 3.869 siswa diketahui tidak aktif mengikuti pembelajaran secara daring karena keterbatasan gawai dan akses internet hingga malas belajar.
Namun harus diingat, walau ada pembatasan di sekolah, anak masih mungkin tertular Covid-19 bila ada mobilitas dan interaksi dengan orang lain.
Positivity rate atau tingkat penularan di Indonesia yang masih tinggi membuat pembukaan sekolah tatap masih belum aman.
Sementara, hasil pengawasan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) terhadap uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas menunjukkan sebanyak 79,54 persen sekolah siap menggelar pembelajaran tatap muka di masa pandemi.
“Kenaikan luar biasa dari 16,7 persen berdasarkan daftar periksa kami, sekolah yang siap mencapai 79,54 persen,” kata anggota KPAI, Retno Listyarti, Ahad lalu. [wip]