(IslamToday ID) – Ibadah haji tahun 2021 ini kembali ditiadakan oleh pemerintah. Seiring pembatalan tersebut, muncul beragam spekulasi mengenai penggunaan dana haji.
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid bahkan menilai tuntutan dari masyarakat untuk segera diadakan audit dana haji semakin meluas. Tujuannya untuk menghilangkan beragam spekulasi yang muncul dan agar dana mengendap bisa diketahui penggunaannya.
“Tuntutan untuk audit dana haji makin meluas. Sekalipun sudah ada jaminan dari Menag dan Kepala BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) bahwa dana haji aman,” kata Hidayat Nur Wahid, Senin (7/6/2021).
Menurutnya, untuk menghilangkan fitnah dan memastikan keamanan dana haji terjamin, maka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) perlu segera turun tangan. BPK bisa melakukan audit dan hasilnya disampaikan secara transparan ke masyarakat. “Baiknya secara transparan BPK segera audit dana haji, dengan dukungan BPKH dan Kemenag,” tuturnya seperti dikutip dari RMOL.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily turut menanggapi polemik dana haji setelah dua tahun Indonesia tidak memberangkatkan calon jamaah haji.
“Kami pastikan, kami akan minta kepada BPKH agar pada saat mereka berangkat akan ada tambahan nilai manfaat dari uang simpanan jamaah haji itu,” ujar Ace, Selasa (8/6/2021).
Ace mengatakan bahwa setiap hasil pengelolaan dana haji akan kembali manfaatnya kepada calon jamaah yang bersangkutan dalam bentuk penambahan fasilitas pelayanan. “Karena begini, biaya haji yang disebut dengan BPIH rata-rata tahun 2019 yang lalu itu biaya totalnya Rp 70 jutaan per orang, jamaah haji membayar itu Rp 35 juta,” terangnya.
“Sisanya itu diambil dari dana kelolaan haji yang disebut dengan dana optimalisasi haji. Jadi manfaatnya tetap kembali ke jamaah haji,” imbuhnya.
Biaya total yang dibayarkan tersebut, kata Ace, masih kurang dari setengah biaya haji swasta atau yang memakai biaya Ongkos Naik Haji (ONH) Plus. “Kalau kita bandingkan dengan jamaah haji yang dilaksanakan swasta atau ONH Plus itu kan rata-rata biayanya antara Rp 150 juta sampai Rp 250 juta,” jelasnya.
Hanya saja, lanjut legislator Partai Golkar ini, biaya tambahan sampai Rp 70 juta dari dana kelolaan haji itu dipastikan fasilitas jamaah haji tidak kalah dari jamaah ONH Plus.
“Untuk jamaah reguler dengan fasilitas tidak kalah dengan ONH Plus itu per orang biayanya Rp 70 juta, sementara jamaah sendiri membayar Rp 35 juta, itu yang dirumuskan di DPR,” pungkasnya.
Investasi Jangka Pendek dan Panjang
Pemerintah lewat BPKH mengungkapkan total dana haji saat ini sebesar Rp 45,77 triliun. Dilansir dari laporan keuangan BPKH per 31 Desember 2020, dari total aset Rp 145,77 triliun, aset lancar dana haji berjumlah Rp 54,82 triliun.
Sebanyak Rp 45,20 triliun alias 31 persen dari total aset ditempatkan di bank syariah, dan yang digunakan untuk investasi jangka pendek senilai Rp 8,86 triliun. Sedangkan, jumlah total aset tidak lancar senilai Rp 90,95 triliun atau 62 persen dari total aset.
Dari jumlah itu, sebanyak Rp 90,71 triliun digunakan untuk investasi jangka panjang. Masih dari laporan keuangan BPKH, dibandingkan pada 31 Desember 2019, jumlah dana haji yang ditempatkan di bank tahun lalu menurun sekitar Rp 10 triliun dari Rp 54,30 triliun.
Sebaliknya, dana investasi jangka panjang melonjak Rp 30,70 trilun dari Rp 60,02 triliun. BPKH juga mencatat ada lonjakan penerimaan kas bersih dari aktivitas investasi. Keuntungan pada 2019 yang mencapai Rp 11,98 triliun meningkat menjadi Rp 20,49 triliun pada Desember 2020.
Adapun penerimaan nilai manfaat dan dana jamaah tanpa adanya keberangkatan pada 2020 membuat kas bersih dari aktivitas operasi melonjak dari Rp 292,13 miliar menjadi Rp 7,58 triliun. Hal ini karena nilai manfaat tidak digunakan untuk penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2020.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengklaim dana haji sejauh ini masih aman. Tidak ada diinvestasikan di sektor langsung, termasuk infrastruktur.
Dikutip dari laman bpkh.go.id, Senin (8/6/2021), BPKH menjamin dana haji yang dikelolanya aman dan berkomitmen mengelola keuangan haji secara optimal, profesional, syariah, transparan, efisien, dan nirlaba.
Sebagai bagian dari menjaga akuntabilitas, transparansi dan kepercayaan umat pengelolaan keuangan haji oleh BPKH diawasi oleh DPR RI dan diaudit oleh BPK setiap tahun. BPK melakukan dua jenis pemeriksaan setiap tahun yaitu pemeriksaan keuangan atas Laporan Keuangan Badan Pengelola Ibadah Haji (LK BPIH) dan Laporan Keuangan Dana Abadi Umat (LK DAU).
Sementara pemeriksaan yang lain adalah Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atau pemeriksaan kinerja.
Dari audit BPK, BPKH berhasil meraih opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dua kali berturut-turut yakni Laporan Keuangan tahun 2018 dan 2019. Hasil audit ini menunjukkan laporan keuangan BPKH dianggap telah menyelenggarakan prinsip akuntansi yang berlaku umum dengan baik berdasarkan bukti-bukti audit. Hasil audit selanjutnya dipublikasikan ke media. [wip]