(IslamToday ID) – Sejumlah ulama dan tokoh pendiri Provinsi Banten meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Banten mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dana hibah pondok pesantren (ponpes) tahun anggaran 2018 dan 2020.
Ulama kharismatik Banten, Abuya Muhtadi Dimyati hingga pendiri Provinsi Banten Embay Mulya Syarif memberikan dukungan moril kepada Kejati Banten.
Salah satu ulama di Banten, KH Matin Sarkowi menyatakan dukungannya kepada kejaksaan untuk mengungkap siapa aktor intelektualnya.
“Berbagai kasus korupsi terutama menyangkut dana hibah ponpes, tujuannya adalah kita melindungi pesantren. Agar pesantren tidak dijadikan alat oleh oknum siapapun itu yang merampas hak pesantren,” kata Matin seperti dikutip dari Kompas, Selasa (8/6/2021).
Para ulama menjamin kondisi Provinsi Banten akan tetap kondusif, meski kasus hibah ini terus diusut kejaksaan hingga tuntas.
“Kejati harus on the track, tegakkan hukum, kita akan ikut di belakang Pak Kajati. Yang benar pasti benar, yang salah harus rela menerima akibat kesalahannya karena hukuman itu,” ujarnya.
Kajati Banten Asep Nana Mulyana mengatakan, dukungan yang diberikan ulama Banten menjadi penyemangatnya untuk terus bekerja mengungkap kasus dugaan korupsi dana hibah ponpes.
“Ini menjadi penyemangat untuk bekerja lebih baik dan lebih baik lagi,” kata Asep.
Saat ini, penyidik masih bekerja keras untuk menyelesaikan pemberkasan dan pemeriksaan saksi-saksi dalam kasus hibah ponpes tersebut. “Masih jalan dan masih ada pemeriksaan,” tambahnya.
Ponpes Fiktif dan Penyunatan
Untuk diketahui, ponpes fiktif mewarnai dugaan adanya penyunatan dalam penyaluran dana hibah tersebut. Kasus pemotongan dana hibah ponpes itu telah diselidiki oleh Kejati Banten.
Belakangan, penyidikan kasus itu merembet ke penyaluran dana hibah ponpes pada 2018. Pasalnya, ditemukan juga pemotongan dana hibah ponpes yang dilakukan sejumlah oknum.
Sementara pada 2020 dana hibah disalurkan langsung oleh Pemprov, dana hibah pada 2018 disalurkan melalui Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP) Banten. Jumlahnya sekitar Rp 66,228 miliar untuk 3.112 ponpes.
Dugaan adanya ponpes “hantu” sebagai penerima dana hibah, menurut Direktur Eksekutif Aliansi Lembaga Independen Peduli Publik Banten Uday Suhada, juga terjadi pada penyaluran dana hibah pada 2018. Namun Uday tidak mengetahui berapa persisnya.
Hanya, untuk data 2020, ia menemukan setidaknya ada 46 ponpes di dua kecamatan yang fiktif sebagai penerima dana hibah, yakni di Kecamatan Pabuaran dan Padarincang, Kabupaten Serang. “Di lapangan hanya nama saja alias gaib,” kata Uday seperti dikutip dari Detik.
Pola bantuan ke lembaga fiktif itu, menurut Uday, mengingatkan pada kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) 2011, yang menyeret Gubernur Banten saat itu, Ratu Atut Chosiyah ke penjara. Saat itu Pemprov Banten menggelontorkan dana bansos sebesar Rp 340 miliar kepada 221 lembaga, yang sebagian fiktif dan terjadi pemotongan dana.
Uday juga mempertanyakan penyaluran dana hibah ponpes pada 2018 yang melalui Forum Silaturahmi Pondok Pesantren (FSPP), tidak langsung dari Pemprov Banten atau Biro Kesra. “Kenapa nggak langsung dari Biro Kesra atau Bank BJB atau Bank Banten ke penerima langsung. Meskipun memang oleh FSPP disalurkan kepada rekening masing-masing, faktanya FSPP itu nggak punya database,” ujar Uday lagi.
Kejati telah menetapkan lima orang tersangka yakni mantan Kepala Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi Banten Irfan Santoso, ketua tim evaluasi penyaluran hibah ponpes Toton Suriawinata, AS seorang pengurus salah satu ponpes penerima bantuan hibah, dan AG, honorer di Kesra Provinsi Banten, serta ES dari pihak swasta.
Sementara itu, puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Himpunan Mahasiswa Serang (Hamas) mendatangi kantor Kejati Banten, Selasa (8/6/2021), untuk mendesak pengusutan kasus korupsi dana hibah untuk ponpes.
Hamas minta schedule time tingkat persidangan. Hamas juga meminta tidak mengkriminalisasi kiai yang tidak bersalah dan meminta hukuman seberat-beratnya pada pelaku korupsi di Banten.
Diketahui, beberapa kasus korupsi di Banten dibongkar Kejati. Beberapa kasus tersebut yakni dana hibah ponpes, kasus pengadaan masker KN95 oleh Dinkes Provinsi Banten, dan kasus pengadaan lahan Samsat Malingping.
Kejati diminta transparan dalam mengungkap kasus mega korupsi di Banten dan meminta pelibatan KPK. “Dengan banyaknya tragedi mega korupsi di Provinsi Banten, kami sangat prihatin dan kecewa kepada oknum-oknum yang terlibat di dalamnya karena tindakan tersebut jauh dari kata terpuji,” kata Ketua Hamas Gustian Irawan di sela-sela aksi unjuk rasa.
Gubernur Dituduh Terlibat
Gubernur Banten Wahidin Halim menanggapi santai soal tuduhan bahwa dirinya ikut terlibat dalam kasus dugaan korupsi dana hibah ponpes tahun anggaran 2018 dan 2020. Tuduhan itu disampaikan salah satu tersangka dalam kasus tersebut, yakni Irvan Santoso (IS).
Melalui pengacaranya, IS menyatakan bahwa Wahidin memaksa mencairkan anggaran hibah untuk ponpes meskipun melanggar ketentuan.
“Dalam hal ini (tuduhan) saya cuma tersenyum, ketawa, karena saya merasa itu hak, biarkan saja. Kita buktikan sama-sama, apakah gubernur terlibat,” kata Wahidin di Rumah Dinas Gubernur, Senin (24/5/2021) seperti dikutip dari Kompas.
Sebagai kepala daerah, menurut Wahidin, dirinya meminta kepada para kepala organisasi perangkat daerah (OPD) agar segera merealisasikan anggaran yang sudah dialokasikan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Menurut Wahidin, alokasi pemberian hibah dari pemerintah daerah sebelumnya sudah melalui proses persetujuan DPRD dan Kementerian Dalam Negeri.
“Jadi ketika dilaksanakan, (anggaran) sepenuhnya menjadi tanggung jawab pelaksana. Siapa? Dinas yang terkait. Makanya dinas diberikan pendelegasian untuk langsung, karena dinas yang lebih tahu, siapa yang berhak menerima,” ujar Wahidin.
Ia mengakui masih banyak yang harus diperbaiki, terutama pada tahapan verifikasi adminitrasi dan faktual para calon penerima dana hibah ponpes.
“Belajar dari kondisi seperti ini banyak hal yang harus kita perbaiki. Gunawan (Kepala Biro Pemerintahan dan Kesra Banten) yang sudah tanda tangan dengan ponpes harus hati-hati melakukan langkah penertiban, baik administrasi, baik faktualnya,” kata Wahidin. [wip]