(IslamToday ID) – Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyatakan pemerintah akan merancang undang-undang (UU) omnibus law bidang digital. Menurutnya, aturan sapu jagat ini dirancang lantaran banyak serangan siber dan digital.
Omnibus law merupakan metode untuk mengatur ulang beberapa UU ke dalam satu payung regulasi. Mahfud mengatakan omnibus law bidang digital tersebut akan mengatur keamanan dan perlindungan masyarakat dalam perkembangan digital.
“Kami memutuskan untuk membuat semacam omnibus law di bidang elektronik, disamping nanti agar mempunyai kekuatan pertahanan di dunia digital,” kata Mahfud saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (8/6/2021) seperti dikutip dari Katadata.
Ia mengaku telah mendengarkan pemaparan Badan Intelijen Negara (BIN) terkait bahaya dunia digital. BIN menyatakan banyak serangan intelijen terhadap pertahanan negara.
Selain itu, BIN menemukan sejumlah klaster yang memproduksi hoaks secara sistematis yang bisa membahayakan masyarakat dan negara. Oleh karena itu, pemerintah akan membuat aturan komprehensif terkait perlindungan di dunia digital.
Aturan omnibus law bidang digital ini akan mengintegrasikan UU Perlindungan Data Pribadi, Rancangan UU Keamanan dan Ketahanan Siber, UU Tindak Pidana Pencucian Uang, dan peraturan sektoral lainnya.
Nantinya, aturan omnibus law itu juga mengacu pada Rancangan Kitab Undang-Uundang Hukum Pidana (RKUHP). Ia pun memastikan rancangan UU omnibus law ini akan dilakukan dalam jangka panjang.
“Karena itu (omnibus law dunia digital) komprehensif dan sudah banyak diatur per sektor, itu nanti perlu waktu yang lebih khusus,” ungkap Mahfud.
Omnibus law yang memang direncanakan untuk solusi jangka panjang tersebut akan disiapkan sembari proses revisi terbatas UU ITE dilakukan. Selain itu, dalam waktu dekat akan dilakukan penandatanganan Surat Keputusan Bersama (SKB) berupa pedoman kriteria implementatif UU ITE.
“SKB tadi, yang pedoman kriteria implementatif itu ada tiga, nanti yang akan tanda tangan, satu Kapolri, dua Jaksa Agung, yang ketiga Menkominfo,” kata Mahfud.
Ia mengatakan, SKB itu akan lekas diluncurkan karena pembahasannya sudah dilakukan berkali-kali oleh Polri, Kejagung, dan Kemenkominfo. SKB diterbitkan sembari menunggu proses revisi terbatas atas UU ITE dilaksanakan.
“Itu sambil menunggu revisi UU. Itu bisa dijadikan pedoman agar tidak terjadi kesewenang-wenangan, kalau itu ada, baik di pusat maupun di daerah,” ungkap Mahfud.
Sebagaimana diketahui, kebocoran data pribadi penduduk Indonesia kerap terjadi. Pada pertengahan Mei 2021, sebanyak 279 juta data pengguna BPJS Kesehatan bocor dan dijual di situs Raid Forums senilai 0,15 BTC (Rp 70-80 juta).
Kasus kebocoran data ini bukan yang pertama kali terjadi di Indonesia. Tahun lalu, sebanyak 91 juta data pengguna dan 7 juta data merchant Tokopedia diretas dan dijual di situs daring. Begitu pula dengan 2,3 juta data pemilih Pemilu 2014 milik KPU dan 230.000 data pasien Covid-19.
Perlu Libatkan Banyak Pihak
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) berharap omnibus law tersebut tidak seperti Omnibus Law Cipta Kerja.
“Dalam konteks omnibus law untuk UU ITE ini juga kami pengennya pemerintah lebih hati-hati, jangan sampai mengulang kesalahan yang sama dengan omnibus law di UU Cipta Kerja, dimana ternyata dalam proses pembuatannya tidak banyak pihak dilibatkan,” kata Kadiv Kebebasan Berekspresi SAFEnet Nenden Sekar Arum seperti dikutip dari Detikcom, Selasa (8/6/2021).
Ia mengatakan hal itu karena proses pembuatan tidak melibatkan pihak-pihak terkait. Serta pihak yang terdampak juga tidak dilibatkan.
Ia juga berharap omnibus law bidang digital ini tidak mempersempit ruang berekpresi dan ruang bagi sipil di internet. Terlebih, menurutnya saat ini telah banyak regulasi yang membatasi.
“Jangan sampai adanya omnibus law di bidang digital ini yang ada malah mempersempit ruang sipil di internet. Karena kita tahu selama ini sudah banyak regulasi yang kemudian malah membatasi. Kami takutnya di omnibus law ini malah jadi senjata lain lagi untuk membatasi ruang kebebasan berekspresi dan ruang di internet untuk masyarakat sipil,” tuturnya.
Terkait revisi UU ITE, Nenden menilai pemerintah juga harus melibatkan seluruh pihak. Sehingga masyarakat dapat memberikan masukan.
“Kalau perintah memang beneran niat untuk merevisi UU ITE harapannya adalah proses revisi itu juga harus melibatkan lebih banyak pihak, melibatkan masyarakat supaya kami juga bisa memberikan masukan,” kata Nenden.
“Bahkan kalau bisa dalam revisi itu dibuka drafnya misalnya, atau bagaimana proses revisinya, sehingga masyarakat bisa ikut memberikan masukan dan mengkritisi. Misalnya jika kita menemukan hal yang memang masih belum sesuai gitu,” sambungnya.
Tak Solutif
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (LSAM) menilai omnibus law bidang digital tidaklah solutif bila paradigma yang dipegang pemerintah hanyalah ingin membatasi penggunaan internet, khususnya media sosial.
“Pemerintah mengatakan akan ada omnibus law digital, nah ini juga sebenarnya bukan jawaban, karena apa, karena pendekatan yang ditekankan ketika pemerintah bicara omnibus digital adalah soal pembatasan,” kata Direktur Eksekutif LSAM Wahyudi Djafar seperti dikutip dari Tirto, Rabu (9/6/2021).
Wahyudi mengingatkan, internet adalah instrumen yang memberikan banyak kesempatan, termasuk untuk memberdayakan masyarakat. Internet tidak boleh sekadar dipandang sebagai ancaman bagi negara.
Dengan paradigma demikian dapat diperkirakan konten omnibus law bidang digital akan banyak berisi kontrol dan pembatasan pemerintah terhadap ruang digital warga. Sebagai negara yang menggunakan sistem demokrasi, menurut Wahyudi, sangat disayangkan bila tujuan disusunnya omnibus law digital hanya untuk mengontrol ruang digital warga.
“Seharusnya pendekatan yang didorong itu bersifat co-regulation, artinya bagaimana memastikan internet itu dibangun dalam upaya memberdayakan para penggunanya dan seluruh stakeholders yang terlibat di dalam pemanfaatan dan pengembangan teknologi internet itu,” tuturnya.
Wahyudi mendorong pemerintah untuk berorientasi pada perlindungan warga dalam menyusun omnibus law bidang digital. Diantaranya adalah upaya perlindungan bagi data pribadi pengguna internet dan menjamin keamanan siber dari pengguna internet.
Terlebih di sisi lain pemerintah juga tengah mengembangkan ekosistem ekonomi digital yang inklusif.
“Apalagi pemerintah juga punya concern soal pengembangan ekonomi digital yang inklusif. Maka yang harus diciptkaan adalah satu ekosistem kebijakan regulasi dan legislasi yang menekankan pada pendekatan human centric,” pungkasnya. [wip]