(IslamToday ID) – Wakil Bupati (Wabup) Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara, Helmud Hontong meninggal dunia saat menaiki pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-740. Kematiannya masih meninggalkan sejumlah tanya di kalangan masyarakat.
Sebab kepergiannya dinilai sangat mendadak dan tiba-tiba. Di dalam pesawat, Helmud menempati seat 25E dan ditemani oleh Harmen Kontu, selaku ajudan yang duduk di seat 25F.
Beberapa saat setelah pesawat lepas landas, Helmud tiba-tiba terbatuk-batuk hingga mengeluarkan darah dari hidung dan mulut.
Pada pukul 15.40 WITA, Helmud dilaporkan membutuhkan pertolongan medis lebih lanjut, dan langsung dihampiri oleh pimpinan awak kabin bersama kru kabin guna mengetahui kondisi aktual penumpang.
Kemudian pukul 16.17 WITA saat di Bandara Hasanudin Makassar, dokter dan perawat segera naik ke pesawat untuk mengecek kondisi Helmud yang sudah tidak sadarkan diri.
Setelah melakukan pemeriksaan, dokter pun menyatakan bahwa Helmud telah meninggal dunia. Sementara pihak Lion Air menjelaskan bahwa penerbangan JT-740 mereka telah dipersiapkan secara baik.
Semua penumpang serta awak pesawat juga telah menjalani pemeriksaan kesehatan Covid-19 dan dinyatakan negatif sebelum masuk ke pesawat.
Saat berada di terminal keberangkatan, surat hasil uji kesehatan itu sudah diverifikasi petugas medis dari lembaga yang berwenang.
“Berita duka. Wakil Bupati Kep. Sangihe, Helmud Hontong meninggal dunia dalam perjalanan di Pesawat Lion Air, Rabu 9 Juni 2021,” kicau pihak Jaringan Advokasi Tambang Nasional (Jatamnas) seperti dikutip Pikiran Rakyat dari akun Twitter @jatamnas, Jumat (11/6/2021).
Jatamnas juga menyoroti sikap Helmud yang diberitakan mendukung penentangan terhadap rencana tambang emas di Pulau Sangihe.
“Helmud, menurut pemberitaan sejumlah media, ikut mendukung dan menentang rencana tambang emas di pulau kecil Sangihe. Kami ikut berduka,” kicaunya.
Jatamnas pun mengutip sejumlah pernyataan Helmud terkait rencana penambangan emas di Sangihe.
“Saya dengan tegas menolak keberadaan PT Tambang Mas Sangihe beroperasi di Sangihe. Apapun alasannya. Saya berdiri bersama rakyat, karena rakyat yang memilih saya sampai menjadi Wakil Bupati,” tutur Helmud.
Selain itu, Helmud juga menuturkan rasa kasihannya karena rakyat hingga anak cucu nanti yang akan menjadi korban pengelolaan emas tersebut.
“Kasian rakyat, anak cucu kita bakal jadi korban nantinya, akibat limbah pengelolaan emas itu. Apapun yang terjadi saya tetap bersama rakyat untuk menolak tambang tersebut,” tegas Helmud.
Surati Menteri ESDM
Kepergian Helmud pun tampaknya masih mengusik sebagian masyarakat, karena munculnya foto surat penolakan rencana tambang emas di Pulau Sangihe.
Dalam foto yang beredar, Helmud menandatangani surat yang ditujukan kepada Menteri ESDM. Surat tersebut berisi permohonan pertimbangan untuk pembatalan izin operasi kontrak karya PT Tambang Mas Sangihe (PT TMS) yang diberikan Kementerian ESDM.
Pasalnya, rencana pertambangan di Pulau Sangihe yang tergolong kecil tersebut berpotensi merusak lingkungan, daratan, pantai, komunitas mangrove, terumbu karang, dan biota yang ada di dalamnya.
Bahkan secara signifikan, tambang emas itu berpotensi meningkatkan toksisitas lingkungan secara masif yang akan membawa dampak negatif terhadap manusia dan biota alam.
Selain itu, penguasaan wilayah pertambangan juga akan berdampak pada hilangnya sebagian atau keseluruhan hak atas tanah dan kebun masyarakat, bahkan masyarakat secara terstruktur akan terusir dari tanahnya sendiri.
Kemudian belajar dari pengalaman wilayah lain secara khusus di Sulawesi Utara, kegiatan pertambangan hanya memberi keuntungan pada pemegang kontrak karya, tapi tidak memberi kesejahteraan bagi masyarakat, bahkan meninggalkan kerusakan lingkungan yang fatal.
Gelombang penolakan dari rakyat pun terjadi secara masif, bahkan hingga muncul sebuah petisi yang saat ini telah ditandatangani oleh lebih dari 47.000 orang.
Oleh karena itu, kepergian Helmud pun dinilai “tiba-tiba” oleh masyarakat, terlebih dengan munculnya surat penolakan tambang emas tersebut.
Banyak yang merasa khawatir kepergiannya berkaitan dengan surat penolakan rencana tambang emas di Sangihe, meski sampai saat ini belum ada bukti atau kejelasan terkait hal itu.
Bahkan, kepergian Helmud ini juga disebut sebagai Munir 2.0, karena tampak memiliki kejadian yang hampir serupa. Apalagi, penyebab meninggalnya Helmud pun sampai saat ini masih belum diketahui. [wip]