(IslamToday ID) – Mayoritas fraksi di DPR RI menolak rencana pemerintah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari jasa pendidikan atau sekolah. Sejauh ini, sebanyak 7 dari 9 fraksi di DPR telah menyatakan penolakan.
Mereka adalah F-Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), F-Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), F-Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), F-Partai Keadilan Sejahtera (PKS), F-Partai Golongan Karya (Golkar), serta F-Partai NasDem, dan F-Demokrat.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDIP Putra Nababan menolak wacana pemerintah memungut PPN dari jasa pendidikan atau sekolah.
Putra mengatakan sekolah bukan sebuah objek usaha yang harus dipungut pajak. Oleh sebab itu, ia menentang wacana pemerintah memungut pajak dari sekolah.
“Institusi sekolah itu kan bukan objek usaha, justru adalah satu institusi kawah candradimuka untuk menghasilkan anak bangsa yang berkualitas,” kata Putra seperti dikutip dari Detikcom, Jumat (11/6/2021).
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda dari Fraksi PKB menyatakan bahwa rencana pemerintah mengenakan PPN terhadap jasa pendidikan berpotensi memberikan dampak serius bagi masa depan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, salah satunya biaya pendidikan akan semakin mahal.
Menurutnya, sektor pendidikan masih membutuhkan uluran tangan pemerintah karena keterbatasan sarana prasarana serta potensi ekonomi. Ia pun menyarankan penerapan sistem subsidi silang seperti universal service obligation (USO) di dunia pendidikan untuk memeratakan akses pendidikan.
“Dengan sistem ini sekolah-sekolah yang dipandang mapan akan membantu sekolah yang kurang mapan. Dengan demikian kalaupun ada potensi pendapatan negara yang didapatkan dari sektor pendidikan, maka outputnya juga untuk pendidikan. Istilahnya dari pendidikan untuk pendidikan juga,” kata Huda.
Lalu, anggota Komisi X DPR Fraksi Partai Gerindra, Himmatul Aliyah menyatakan rencana pemerintah memungut PPN dari jasa pendidikan tidak konstitusional atau tidak sesuai dengan amanat pasal 31 UUD 1945. “Ini tentu tidak etis sekaligus tidak konstitusional,” katanya.
Kemudian, Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi PKS Abdul Fikri Faqih mengaku heran wacana tersebut bisa muncul. Menurutnya, konstitusi menekankan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab negara sesuai pasal 31 UUD 1945.
“Jadi tugas negara membiayai pendidikan rakyat, bukan sebaliknya rakyat membiayai pendidikan dan dipajaki pula,” kata Fikri.
“Wacana ini telah mencederai cita-cita pendiri bangsa kita, yang tertulis jelas dalam preambule UUD 1945, yakni tujuan negara untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,” imbuhnya.
Berikutnya, Wakil Ketua Komisi X DPR dari Fraksi Partai Golkar Hetifah Sjaifudian menilai rencana pemerintah memungut PPN dari jasa pendidikan atau sekolah tidak tepat.
“Kalau menurut saya memang kurang tepat. Memang mungkin pemerintah ingin menambah pemasukan untuk membiayai pembangunan, tapi sebaiknya jangan dari sektor pendidikan,” katanya.
Hetifah mengatakan pajak jasa pendidikan bakal membuat beban masyarakat semakin berat. Ia kemudian mengungkit kasus kepala sekolah yang ditikam hingga tewas oleh orang tua murid gara-gara persoalan tunggakan uang komite.
Sedangkan, Wakil Ketua Fraksi NasDem DPR Willy Aditya menyebut rencana pemerintah memungut PPN dari jasa pendidikan sangat tidak bijak karena dilakukan di tengah situasi masyarakat yang sedang berjuang menghadapi situasi ekonomi yang masih terdampak pandemi Covid-19.
“Perbaikan regulasi itu untuk menaikkan kepatuhan dan kemudahan menunaikan pajak. Sangat tidak bijak menaikkan tarif pajak di saat masyarakat sedang berjuang keras untuk mempertahankan sumber dan nilai pendapatannya,” kata Willy.
Senada, Wakil Ketua Komisi X DPR Fraksi Demokrat Dede Yusuf mengatakan belum ada keputusan terkait wacana PPN jasa pendidikan. Namun, ia menyebut pimpinan Komisi X dan XI sepakat akan menolak wacana itu.
“Belum (semua anggota menolak) karena kami sedang rapat anggaran dengan beberapa kementerian dan lembaga, tapi pimpinan sih sepakat ini kita tolak,” ucap Dede. [wip]