(IslamToday ID) – Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marvest) Luhut B Pandjaitan kesal dengan para importir. Menurutnya, importir di Indonesia harusnya membuat pabrik dan produksi di dalam negeri karena punya kemampuan.
“Orang-orang yang masih ingin impor-impor, importir-importir Anda kan bisa bikin pabrik di dalam. Ya kan bisa investasi. Masa mau hanya importir importir (impor) terus, sampai kapan kita mau begini,” kata Luhut dalam konferensi pers bertajuk “Upaya Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (PDN) Bidang Alat Kesehatan” secara virtual, Selasa (15/6/2021).
Ia berharap para importir tersebut bisa menjadi pionir produsen di dalam negeri agar ke depan Indonesia bisa menjadi negara yang lebih baik lagi.
“Ini saya titip, saya ngomong agak keras karena hemat saya, kita ini banyak omong aja tapi kita tidak melakukan, tidak memberikan contoh tauladan untuk membuat Indonesia lebih bagus lagi ke depan,” ucapnya seperti dikutip dari Detikcom.
Dalam bidang kesehatan saja, menurut hitungan Luhut, bila Indonesia mampu memproduksi alat kesehatan (alkes) sendiri maka Indonesia bisa menghemat dana hingga Rp 200-300 triliun dalam setahun.
“Alkes dalam bidang kesehatan ini, dana yang kita keluarkan hampir Rp 490 triliun setahun, jadi kalau ini sekarang kita bisa hemat Rp 200-300 triliun setahun, itu sama dengan investasi kita 25 miliar dolar AS per tahun. Jadi Anda bisa bayangkan betapa penghematan pemborosan kita selama ini yang begitu tinggi,” katanya.
Luhut mencontohkan di Amerika Serikat (AS) saja sudah ada undang-undang yang melarang impor alkes. Alkes harus diproduksi dalam negeri sendiri. Menurutnya, kebijakan semacam ini bisa ditiru oleh Indonesia.
“Jadi kita Indonesia sendiri harus juga mengarah ke situ, jadi nanti di LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah) juga eloknya sudah mulai memperhatikannya karena presiden sudah minta juga ada perbaikan mengenai undang-undang kita mengenai Alkes,” ucapnya.
Upaya semacam itu merupakan bagian dari program Gerakan Bangga Buatan Indonesia yang belakangan gencar digaungkan pemerintah. Program ini diharapkan dapat mengajak masyarakat Indonesia untuk bangga menggunakan produk lokal, sehingga nantinya perekonomian domestik dapat meningkat.
Kampanye ini tak hanya digenjot pada produk alkes saja, melainkan juga pada segala bidang. “Ayo kita jangan hanya sekadar slogan, tapi kita betul-betul semua bekerja sama untuk membuat yang terbaik buat Indonesia kita ini,” ajaknya.
Dari data LKPP periode 1 Mei 2020-11 Juni 2020, alkes dalam negeri hanya bernilai Rp 2,9 triliun, kalah jauh dari penggunaan impor sebesar Rp 12,5 triliun. Sehingga perlu aksi afirmatif oleh pemerintah untuk meningkatkan belanja alkes dalam negeri minimal Rp 6,5 triliun untuk 5.462 barang untuk tahun anggaran 2021.
“Seperti alat ukur USG kita butuh 12.000, ngapain impor? Bikin aja pabrikan di sini, mereka (investor) mau dan presiden sudah perintahkan tidak ada impor-impor barang seperti ini. Amerika Serikat bahkan Presiden (Joe) Biden sudah mengeluarkan undang-undang arahan bahwa government procurement nggak boleh ambil dari luar, harus dari dalam negeri, Indonesia juga harus mengarah ke situ,” tegas Luhut.
Dari 358 jenis alkes yang sudah diproduksi di dalam negeri, 79 jenis alkes sudah mampu menggantikan produk impor untuk kebutuhan nasional. Luhut kian menyadari kemampuan produksi nasional setelah mengunjungi China pekan lalu.
Demi menekan impor, kerja sama dengan investor perlu terjalin, salah satunya dari negeri China. Karenanya, ia meminta kepada publik untuk tidak meluapkan amarah kepada China.
“Kita juga jangan marah-marah terus sama China itu. Ternyata 2/3 obat-obat dunia itu diproduksi di China. Apa yang namanya MIT, Harvard, pesannya juga ke China,” ujarnya.
“Jadi kita sendiri kadang-kadang merasa bahwa China ini kelas dua, tidak. China itu sudah masuk pada high end sekarang,” lanjutnya.
Luhut menuturkan hubungan bilateral antara Indonesia dan China sangat baik. Hal itu, lanjutnya, dapat dimanfaatkan untuk transfer teknologi hingga bahan baku.
“Sehingga bahan baku dasar obat itu pun kita dapat, sehingga kalau ada lockdown di beberapa negara seperti yang terjadi waktu India lockdown kita tidak ada masalah dengan apa namanya paracetamol, yang kita belum ada produksi sekarang. Alhamdulillah kita sudah mulai produksi, walaupun masih ada hambatan menurut Pak Budi (Menkes Budi Gunadi Sadikin) di sana-sini,” kata Luhut. [wip]