(IslamToday ID) – Dugaan adanya sindikat penerbitan Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sepertinya bukan isapan jempol belaka.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Pangeran Khairul Saleh pun meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mengusut dugaan kejahatan itu. Menurutnya, sindikat itu memanfaatkan hasil revisi Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), khususnya soal pasal yang memindahkan kewenangan penerbitan IUP dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat.
“Dengan ada UU Minerba baru, peralihan kebijakan penerbitan IUP dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat ternyata ada sindikat pemalsu IUP di Kementerian ESDM,” kata Khairul dalam Rapat Kerja bersama Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dengan Komisi III DPR, Rabu (16/6/2021).
Ketika menjadi Bupati Banjar, Kalimantan Selatan periode 2005-2015, ia menuturkan sebanyak 20 IUP sudah pernah disidik oleh Bareskrim Polri. Namun, ia menyatakan masyarakat Banjar tidak pernah mendapatkan informasi perkembangan perkara tersebut.
Sebanyak 3 dari 20 IUP berada di daerah Banjar. Salah satu perusahaan yang mendapat izin adalah PT Damai Mitra Cendana (DMC). Padahal ia tak pernah meneken surat penerbitan IUP untuk izin eksplorasi lahan pertambangan selama menjabat Bupati Banjar.
Berangkat dari itu, Khairul mencurigai mafia izin IUP ini menggunakan dokumen palsu dalam pengajuannya. Ia lantas meminta Polri menindak sindikat IUP pertambangan tersebut.
“Jadi saya minta kepada Polri untuk menangkap sindikasi pembuat IUP aspal (asli tapi palsu) yang ada di Kementerian ESDM. Termasuk juga perusahaan yang menggunakan dokumen aspal ini yang sudah bekerja, sudah eksploitasi, saya juga minta ditangkap,” ujar politikus PAN itu seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan akan mengecek permasalahan keluarnya 20 IUP di Kalimantan Selatan yang diduga bermasalah. “Kami akan proses dan cek bagaimana asal usulnya sehingga bisa keluar,” ujar Kapolri seperti dikutip dari Tempo.
Masalah mafia pertambangan juga terjadi di Sulawesi Tengah. Anggota Komisi Hukum DPR RI dari Fraksi PAN Sarifuddin Sudding menyebut ada sebuah perusahaan yang diduga milik petinggi Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), menjadi mafia lahan pertambangan di Sulawesi Tengah. Ia lantas meminta Jaksa Agung agar ditindaklanjuti dan menjadi perhatian.
Sudding mengatakan sudah berkoordinasi dengan Kejati Sulawesi Tengah mengenai hal ini. Namun, ia berharap Jaksa Agung ST Burhanuddin dapat mengusut mafia lahan pertambangan yang marak terjadi.
Selain di Sulawesi Tengah, lanjut Sudding, masalah ini juga terjadi di Sulawesi Tenggara. “Sangat marak, terutama menyangkut masalah lahan pertambangan,” katanya.
Modusnya, Sudding bercerita, saat perusahaan yang sudah memiliki izin usaha tambang, tiba-tiba ada kelompok lain yang menerbitkan hak guna bangunan di atas lahan tersebut. Hak guna bangunan itu pun bukan atas nama perusahaan yang awalnya memiliki izin usaha tambang.
Ia curiga peristiwa ini terjadi karena adanya peran petugas Badan Pertahanan Nasional (BPN). “Ini perlu ditelusuri lebih lanjut,” katanya.
Mendapat keluhan itu, Jaksa Agung ST menegaskan Kejaksaan Agung sedang mengusut mafia pertambangan. “Kami sedang memulainya. Mohon dukungan,” ujarnya.
Burhanuddin menjelaskan ada persoalan ketika kejaksaan mengusut kasus dugaan mafia pertambangan. Persoalan itu ialah munculnya UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menurut Jaksa Agung, para jaksa harus menyisir masalah tindak pidana korupsi dalam undang-undang tersebut. Padahal, aturan itu hanya mengatur regulasi mengenai pertambangan. “Memang ada sedikit masalah, kami ranahnya di korupsi,” ujarnya. [wip]