(IslamToday ID) – Sejumlah menteri dan mantan pejabat yang dekat dengan Presiden Jokowi diduga merancang skenario kepemimpinan tiga periode.
Seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 20 Juni 2021, sejumlah sumber dari kalangan partai politik dan lembaga survei sudah didekati oleh orang-orang dekat Jokowi. Mereka diajak untuk ikut mengegolkan skenario presiden tiga periode.
Mereka bercerita, ada sejumlah skenario yang disiapkan. Salah satunya memperpanjang masa jabatan presiden maksimal tiga tahun.
Perpanjangan itu juga disertai dengan penambahan masa jabatan anggota DPR dan DPD. Namun masa jabatan kepala daerah mungkin tidak akan terpengaruh. Jika skenario tersebut berjalan, pada 2024 hanya akan ada pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Apapun skenario yang dipilih, mengubah masa jabatan presiden membutuhkan amandemen UUD 1945. Perubahan konstitusi harus diusulkan minimal oleh sepertiga jumlah anggota MPR atau 237 dari 711 anggota DPR dan DPD.
Namun para politikus yang ditemui memperkirakan bukan perkara sulit membuka pintu amendemen. Iming-iming perpanjangan masa jabatan sangat mungkin membuat anggota DPR dan DPD mendukung amendemen agar bisa lebih lama berada di Senayan tanpa perlu mengeluarkan duit miliaran rupiah.
Wakil Ketua MPR Sjarifuddin Hasan mengaku mendengar kabar perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode serta para legislator. “Saya dengar itu, tapi baru nonformal. Perpanjangannya bukan lima tahun, tapi dua atau beberapa tahun,” tuturnya, Selasa, 15 Juni 2021.
Politikus Partai Demokrat itu menduga gagasan perpanjangan masa jabatan Jokowi akan mendompleng agenda amendemen soal pokok-pokok haluan negara yang masih dibahas di MPR.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan aturan yang membatasi jabatan presiden dua periode sudah tepat. Ia pun menolak masa jabatan presiden tiga Periode.
“Secara pribadi saya lebih setuju seperti sekarang, maksimal 2 periode saja. Adanya konstitusi itu, antara lain, untuk membatasi kekuasaan baik lingkup maupun waktunya,” kata Mahfud di Twitter pribadinya, @mohmahfudmd, Ahad (20/6/2021).
Mahfud mencuit setelah isu ini di-mention kepada dirinya di Twitter oleh salah seorang netizen. Namun ia menilai isu ini tak tepat jika ditanyakan pada dirinya sebagai Menko Polhukam.
“Sebab saya bukan anggota Parpol atau MPR. 2 atau 3 periode arenanya ada di parpol dan MPR,” tulis Mahfud.
Tindakan Inkonstitusional
Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menilai pihak-pihak yang “ngotot” memajukan seseorang menjadi calon presiden hingga periode ketiga merupakan tindakan inkonstitusional. Sebab hal ini bertentangan dengan spirit dan teks konstitusi UUD NRI 1945 yang berlaku di Indonesia.
Hidayat menjelaskan pasal 7 UUD NRI 1945 yang masih berlaku saat ini secara tegas mengatur masa jabatan presiden dan wakil presiden selama lima tahun. Aturan tersebut menyebutkan hanya boleh dipilih kembali pada jabatan yang sama untuk satu kali masa jabatan.
“Artinya, masa jabatan presiden hanya dua periode saja. Jadi, kalau ada yang ngotot mencalonkan kembali seseorang seperti Presiden Joko Widodo yang sudah menjabat dua periode, itu tidak sesuai dengan konstitusi yang berlaku. Karenanya manuver seperti itu bisa dinilai inkonstitusional,” ujarnya seperti dikutip dari Detikcom, Senin (21/6/2021).
Lebih lanjut, Hidayat mengatakan peresmian Seknas yang mengusung Jokowi menjadi Capres untuk periode ketiga bisa diartikan mendorong Presiden Jokowi mengabaikan ketentuan konstitusi. Serta mendorong Jokowi melaksanakan hal yang tidak dibenarkan oleh konstitusi.
Bila demikian, kata Hidayat, peresmian ini justru akan memposisikan Presiden Jokowi berhadapan dengan konsistensi atas pernyataannya sendiri. Diketahui, Jokowi berulang kali dengan tegas menyampaikan dirinya tidak setuju, tidak mau, dan tidak minat dengan wacana tiga periode masa jabatan presiden.
“Bahkan, terkait wacana tiga periode masa jabatan itu, Presiden Jokowi secara tegas menyebutkan bahwa dirinya menolak. Jokowi juga menyampaikan pihak-pihak yang mengusulkan presiden tiga periode sebagai kelompok yang hanya mencari muka, atau bahkan menjerumuskan dan menampar muka dirinya,” tutur Hidayat.
“Yang demikian itu karena Presiden Jokowi menyadari bahwa dirinya produk reformasi yang memberlakukan UUD dengan pembatasan masa jabatan presiden. Selain tentu beliau juga tahu bahwa sesuai UUD NRI 1945 (pasal 6A ayat 2) yang mengajukan calon presiden bukan Seknas atau survei, tapi partai politik. Padahal, tidak ada satu parpol pun yang mengusulkan perubahan UUD untuk memperpanjang masa jabatan presiden, bahkan PDIP melalui Ketumnya maupun Waket MPR dari PDIP, tegas menyampaikan sikap tidak setuju perubahan pasal 7 UUD NRI 1945 untuk memperpanjang masa jabatan presiden,” imbuhnya.
Oleh karena itu, Wakil Ketua Majelis Syuro PKS ini menilai semestinya semua pihak legowo dan mendukung penguatan praktik demokrasi. Caranya, dengan mentaati aturan konstitusi yang berlaku termasuk soal masa jabatan presiden hanya dua periode saja.
Hidayat pun mengatakan tidak perlu ada manuver untuk hal yang sudah dikoreksi oleh konstitusi, seperti soal masa jabatan presiden. Apalagi sampai menghimpun relawan pendukung manuver yang tak sesuai dengan konstitusi.
Ia pun mengimbau kepada Presiden Jokowi untuk menegaskan penolakannya pada perpanjangan masa jabatan presiden tiga periode, yakni dengan melarang manuver-manuver yang tak sesuai dengan konstitusi itu. Selain itu, lanjutnya, Presiden Jokowi sebaiknya kembali menegaskan komitmennya tegak lurus pada aturan konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden dua periode saja. [wip]