(IslamToday ID) – Untuk menghambat laju penyebaran Covid-19, pemerintah resmi melakukan pengetatan melalui kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mikro hingga 5 Juli mendatang.
Sejumlah unit usaha seperti restoran, kafe, hingga pusat perbelanjaan harus tutup lebih awal dengan kapasitas sangat minimum, 25 persen. Kondisi ini membuat kalangan buruh khawatir situasinya mencekam dengan bertambahnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Dampak dari pembatasan itu pasti akan mengenai anggota kami yang ada di sektor hotel, ritel, resto, termasuk kafe. Tentu dampaknya kalau berlangsung lama pasti akan ada lagi, mungkin dirumahkan, upah dipotong, dan sebagainya,” kata Sekretaris Umum Komite Eksekutif Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Galih Tri Panjalu seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Jumat (25/6/21).
Ia sudah merasakan pengalaman pahit selama satu tahun lebih pandemi berlangsung di Indonesia, anggotanya sudah berkurang ribuan orang atau 1/3 dari jumlah keseluruhan. Hal itu terjadi karena pekerja sudah tidak lagi memiliki hubungan kerja dengan perusahaan awalnya bekerja.
“Sekarang tinggal 6.000-an orang anggota karena kemarin kehilangan 3.000 lebih karena alasan Covid-19. Selama di FSPM 9 tahun, ini masa-masa sulit bagi FSPM, juga buat saya karena situasinya tough untuk mempertahankan anggota dari dampak pandemi,” kata Galih.
Karena serikat pekerjanya hanya membawahi buruh yang ada di lingkup sektor hotel, restoran, plaza, apartemen, retail, katering hingga pariwisata, maka tampak jelas bahwa sektor ini paling terdampak terkena pandemi. Itu baru dari anggotanya saja, jika melihat lebih makro, dampaknya jauh lebih besar.
Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bidang Restoran, Emil Arifin pun mengakui itu.
“Tenaga kerja yang hampir hilang karena pandemi hampir 200.000 orang. Cash flow restoran di DKI dan di mal juga rata-rata running loss. Dan beberapa bulan tidak bayar penyewa mal, service charge juga ditangguhkan, back to back tidak bayar, yang berat tentu pemilik pusat perbelanjaan,” katanya beberapa waktu lalu.
Sementara, wacana Jakarta lockdown ramai diperbincangkan setelah kasus virus corona di Ibukota itu tembus 5.582 kasus pada 20 Juni 2021.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal secara instan lockdown akan membatasi mobilitas publik. Otomatis dampaknya bisa menimbulkan kontraksi ekonomi.
Dampaknya paling berasa adalah masyarakat yang bekerja di sektor informal. Kemungkinan mereka akan kehilangan pekerjaan sekaligus pendapatan.
“Kalau lockdown diberlakukan, mobilitas dibatasi, akan berdampak terhadap kontraksi ekonomi. Khususnya masyarakat kalangan menengah bawah, apalagi yang bekerja di sektor informal, mereka akan terkena dampak paling besar,” ungkap Faisal seperti dikutip dari Detikcom, Senin (21/6/2021).
Secara makro, jelas kontraksi ekonomi akan menghampiri Indonesia bila lockdown dilakukan. Faisal menjabarkan, untuk kuartal II hingga bulan ini, kemungkinan ekonomi akan di rentang positif, melihat perkembangan konsumsi yang memang terjadi sejak awal tahun.
Namun, bila lockdown dilakukan sekarang, kemungkinan ekonomi kuartal III, tepatnya di bulan Juli-September akan kembali negatif pertumbuhannya.
“Kalau kita asumsikan lockdown dilakukan meluas selama satu kuartal, misalnya di kuartal III, dari Juli sampai September, maka ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi akan kembali negatif,” ungkap Faisal.
Secara mikro, Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan selama lockdown semua sektor ekonomi yang bertumpu pada pergerakan manusia akan anjlok. Misalnya toko ritel, transportasi, hotel, hingga restoran. Ia memastikan sektor ini akan turun tajam omzetnya.
Kemudian, ada juga sektor yang bertumbuh pesat, misalnya e-commerce, jasa pesan antar, hingga bisnis logistik. Masyarakat akan bergeser pola konsumsinya. “Bisnis yang menunjang kebutuhan selama di rumah saja atau WFH itu yang tumbuhnya cepat,” kata Bhima.
Menurutnya, pertumbuhan atau pun anjloknya ekonomi tidak imbang dirasakan semua sektor. “Memang jadi tidak imbang ya, ada yang rugi sekali,” pungkasnya. [wip]