(IslamToday ID) – Wakil Ketua Umum Partai Gelora Fahri Hamzah ikut berkomentar terkait dengan dipanggilnya sejumlah mahasiswa pengurus BEM UI oleh pihak rektorat. Fahri yang dikenal sebagai mantan aktivis BEM UI itu menilai sikap rektorat mengingatkannya pada otoritarianisme yang dulu dihadapinya semasa mahasiswa.
“Tahun 1994 aku dan teman2 mahasiswa wartawan koran kampus #WartaUI menulis headline ‘Kritik Pembangunan Rektorat UI yg Megah’,” tulis Fahri di akun Twitternya, Ahad (27/6/2021).
Akibat tulisan tersebut, Fahri dan kawan-kawannya dipanggil. Koran kampus yang menjadi wadah aspirasi mereka diberangus. Meskipun empat tahun berselang Soeharto lengser, tetapi Fahri melihat mentalitas Orde Baru masih tertanam di UI.
“Kami dipanggil dan koran kami dibredel di era Orba. Tahun 1998 Orba tumbang. Rupanya mental orba pindah ke Rektorat UI mengancam mahasiswa. Malu ah!” cuit Fahri.
Bukan hanya Fahri yang membela ”adik-adiknya”, sejumlah politikus Partai Demokrat pun ikut bicara. Mantan Sekjen Partai Demokrat Hinca Pandjaitan mempertanyakan sikap rektorat UI.
“Mengapa mereka harus diminta keterangan oleh kritik yang dibuat pada presiden? Apakah kritik teman2 BEM UI tidak terlalu terang? Atau justru terang sekali, sehingga menyilaukan?” tulis Hinca, Ahad (27/6/2021).
Wasekjen Partai Demokrat Irwan Fecho menilai BEM UI justru wajib dibela karena BEM UI dianggapnya membuat akal sehat terus tumbuh di tengah kering kerontang kritik dari mahasiswa terhadap rezim penguasa.
Menurutnya, apa yang dilakukan BEM UI adalah kritik ilmiah. “Jika pihak kampus menganggap ini pelanggaran tentu ini sebuah kegagalan mereka mereformasi dunia perguruan tinggi & segala aktivitas mahasiswanya. Ini sama saja dgn kejahatan Orde Baru dahulu yg menormalisasi kehidupan kampus & melumpuhkan kegiatan serta hak politik mahasiswa,” cuitnya.
Di tempat lain, anggota Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA), Robertus Robet mengatakan Rektorat UI seharusnya jangan bersikap seperti Orde Baru. Ia mengkritik langkah rektorat yang memanggil BEM UI karena unggahan “Jokowi The King of Lip Service”.
“Pimpinan UI berhentilah menciptakan kesan, perasaan, seakan ini zaman Orde Baru,” kata Robet dalam keterangan tertulis seperti dikutip dari Tempo, Ahad (27/6/2021).
Ia mengatakan, sekalipun diangkat oleh pemerintah, para pimpinan universitas mestinya lebih berperan sebagai pendidik dan civitas akademika. “Bukan sebagai aparatus kekuasaan. Apalagi ini zaman demokrasi,” kata dosen sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini.
Robet mengatakan kritik yang berbentuk mockery atau ejekan dan semacamnya memang membuat siapapun merasa tak nyaman. Namun, katanya, hal itu tak perlu direspons secara represif. “Sejauh sebagai kritik apalagi disampaikan oleh mahasiswa tidak perlu direspons dengan gaya represi, apalagi disertai sanksi,” kata Robet. [wip]