IslamToday ID — Pengamat politik Hendri Satrio menanggapi reaksi pemanggilan yang dilakukan oleh pihak rektorat Universitas Indonesia (UI) kepada pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) terkait postingan Jokowi ‘The King of Lip Service’
Hendri menilai sikap tersebut terlalu berlebihan sehingga memperlihatkan adanya rasa ketakutan dalam diri rektorat. Padahal menurutnya, kritik yang disampaikan mahasiswa UI ini merupakan hal yang biasa terlebih lagi kritikan tersebut juga disertai data dan fakta yang jelas.
“Mahasiswa itu gayanya terbuka blak-blakan apa adanya begitu itu mahasiswa dan menurut saya masih wajar-wajar aja toh mereka juga mencantumkan apa yang mereka bisa cantumkan ( sumber) gitu,” kata Hendri dalam tayangan Youtube Total Politik, Selasa ( 29/06/2021).
Ia juga menyebutkan kritikan mahasiswa ini sebagai salah satu bentuk demokrasi di Indonesia. Hendri menilai seharusnya, rektor UI merasa bangga dengan sikap yang dilakukan oleh para pengurus BEM UI. Bukan malah ditanggapi dengan sikap berlebihan.
“Karena ini ( kritik ) adalah poin penting pada saat mahasiswa bersuara, maka di situ ada hati yang diwakili dari masyarakat,” ucap Hendri
“Kan ini bagus buat demokrasi , mau gimana lagi dan enggak usah kebakaran jenggot. jadi begitu rektor UI kebakaran jenggot jadi ke mana-mana kan , rektor nya yang ternyata komisaris BUMN lah ke sebut-sebut dan akhirnya sekarang dia repot sendiri menghadapi tudingan itu, karena ternyata nggak boleh rangkap jabatan kan,” lanjutnya lagi
Tak hanya itu, melaui kritikan tersbut Hendri menilai BEM UI ingin mendesak pemerintah untuk segera menepati janji politik terhadap masyarakat. Dan kritik ini juga dapat digunakan pemerintah sebagai alat pengingat dalam menentukan kebijakan serta sebagai pengukur diri terkait keberhasilan dalam memimpin Indonesia.
“Ada benarnya juga dan menurutku bagus juga buat buat pemerintah ingat gitu. Nah ini kan sebetulnya warning buat memerintah, mahasiswa kalau sudah bicara itu artinya ada yang salah emang,” ujarnya.
Hendri juga menyoroti terkait adanya kritikan yang selalu dibandingkan dengan orde baru. Ia merasa heran bila ada kritikan muncul, publik akan membandingkan antara kebijakan di orde baru dengan rezim sekarang.
Dia menilai dua rezim tersebut tidak dapat dibandingkan satu sama lainnya, karena akan memunculkan sebuah perspektif yang akan membahayakan kerukunan rakyat Indonesia.
“Jangan begitu, rezim ini hadir karena Orde Baru runtuh, maka rezim ini harus bisa lebih baik dari rezim Orde Baru. Harus bisa menjaga semangat reformasi, harus bisa menjaga demokrasi, jangan kemudian merasa lebih hebat dari Orde Baru, karena itu tidak bisa dibandingkan,” tutupnya,
penulis Kanzun Dinan