(IslamToday ID) – Ketua MUI Bidang Fatwa KH Asrorun Ni’am Sholeh menegaskan tidak ada larangan dari pemerintah terkait aturan penyelenggaraan ibadah Idul Adha saat PPKM darurat.
Menurutnya, aturan yang telah dimuat dalam Surat Edaran (SE) Menteri Agama No 16 Tahun 2021, SE Menteri Agama No 17 Tahun 2021, Instruksi Menteri Dalam Negeri No 15 Tahun 2021, dan SE Satgas No 15 Tahun 2021 adalah mengkondisikan jalannya ibadah dengan memperhatikan lonjakan kasus Covid-19.
“Secara garis besar, seluruh peraturan tersebut memiliki ruang lingkup mengenai berbagai ketentuan ibadah dalam penyelenggaraan malam takbiran, salat Idul Adha, dan pelaksanaan kurban 1442 H yang mengacu pada kondisi pemberlakuan PPKM darurat di berbagai wilayah Jawa dan Bali,” kata Asrorun dalam keterangan pers seperti dikutip dari Liputan 6, Senin (19/7/2021).
Ia mengingatkan, setiap orang wajib melakukan ikhtiar menjaga kesehatan dan menjauhi setiap hal yang dapat menyebabkan potensi paparan penyakit. Karena hal itu merupakan bagian dari menjaga tujuan pokok beragama (al-Dharuriyat al-Khams). Terlebih lagi, tiap-tiap orang wajib menjaga dan mengisolasi diri agar tidak terjadi penularan bagi orang lain.
“Maka baginya haram melakukan aktivitas ibadah sunnah yang membuka peluang terjadinya penularan, seperti jamaah salat lima waktu/rawatib, salat Tarawih, dan Ied di masjid/tempat umum lainnya, serta menghadiri pengajian umum dan tablig akbar,” jelasnya mengacu pada fatwa MUI tentang penyelenggaraan ibadah dalam dituasi pandemi Covid-19.
Asrorun juga menjelaskan kembali,terkait pelaksanaan ibadah di masjid saat PPKM darurat yang diatur dalam tausiyah MUI No KEP-1440/DP-MUI/VII/2021, terdapat satu poin penting yang patut diperhatikan, yaitu penerapan kebijakan tersebut mengacu pada kondisi faktual di daerah yang bersangkutan.
“Secara kontekstual pemerintah memberikan respons melalui penerapan level asesmen daerah yang berbeda satu sama lain sebagai skala prioritas penerapan kebijakan,” tuturnya.
Asrorun mengingatkan, diksi dalam melihat kehadiran Covid-19 dan penerapan PPKM darurat bukan bermaksud menghalangi pelaksanaan ibadah Idul Adha dan ibadah keseharian di tengah masyarakat. Hanya saja, hal itu sebagai maksud menyeimbangkan antara menjaga tegaknya agama dengan tetap mengikuti kaidah dan tetap berkomitmen menjaga jiwa di dalam pelaksanaan aktivitas ibadah dengan tidak menyebabkan kerugian bagi orang lain.
“Jadi perlu ditekankan bahwa tidak ada ibadah yang dihentikan atau dilarang dalam kondisi penerapan kebijakan ini, hanya caranya saja yang disesuaikan dan diadaptasi dalam kondisi pandemi ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyatakan PP Muhammadiyah telah menetapkan fatwa tentang pelaksanaan salat Idul Adha dan kurban pada tahun 1442 H/2021.
“Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah memandang perlu untuk menetapkan fatwa ini, sebagai upaya bersama berusaha mengatasi Covid-19 dengan tetap tinggal di rumah, kecuali untuk kepentingan yang sangat urgen dan jika ditinggalkan akan menimbulkan masalah/kemudaratan seperti kepentingan pekerjaan bagi yang sangat membutuhkan, pemenuhan kebutuhan pangan dan kesehatan, dengan memperhatikan protokol kesehatan yang ketat dan mempertimbangkan keselamatan jiwa,” kata Abdul dalam keterangan pers, Senin (19/7/2021).
Ia mengatakan, isi dari fatwa adalah sebagai langkah pencegahan sebagai bagian dari kehati-kehatian mencegah kemudharatan yang lebih besar akibat tingginya kasus positif Covid-19.
PP Muhammadiyah tidak menyarankan takbir keliling dan sebaiknya dilakukan di rumah saja. Termasuk salat Idul Adha di lapangan, masjid, dan tempat fasilitas umum sebaiknya ditiadakan atau tidak dilaksanakan.
“Salat Idul Adha bagi yang menghendaki dapat dilakukan di rumah masing masing bersama anggota keluarga dengan cara yang sama seperti salat Id di lapangan,” jelas Abdul.
Mengenai berkurban, ia menyarankan nilai hewan dapat dikonversi berupa dana dan disalurkan melalui Lazismu untuk didistribusikan kepada masyarakat yang sangat membutuhkan di daerah tertinggal, terpencil, dan terluar, atau diolah menjadi kornet (kemasan kaleng).
“Jika ada penyembelihan hewan kurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) agar lebih sesuai syariat dan higienis,” tandas Abdul. [wip]