(IslamToday ID) – Data jumlah kematian akibat Covid-19 antara pusat dengan daerah terjadi perbedaan yang cukup besar. Komunitas LaporCovid-19 menyatakan per Rabu (21/7/2021), perbedaan data tersebut mencapai 20.431 kasus.
Data Analyst LaporCovid-19, Said Fariz Hibban mengatakan pihaknya mencatat total kematian akibat Covid-19 dari daerah mencapai 98.014 kasus per Rabu (21/7/2021). Sementara, berdasarkan data Satgas Covid-19 total kematian pada hari yang sama sebanyak 77.583 kasus.
“Jadi di sini gapnya semakin agak lebar sekitar 20.000-an. Kurang lebih begitu,” kata Said di YouTube LaporCovid-19, Kamis (22/7/2021).
Jumlah perbedaan data kematian ini lebih tinggi dari 25 Juni 2021. Saat itu, pihaknya mencatat total kematian sebanyak 69.326 kasus. Sementara data Satgas Covid-19 menunjukkan 56.371 total kasus kematian per hari itu. Sehingga, perbedaan data kematian mencapai 12.955 kasus.
Inisiator LaporCovid-19, Ahmad Arif menjelaskan pihaknya mendapat data kematian ini dari laporan sejumlah kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Namun, pihaknya tak menyebut total kabupaten/kota yang melaporkan data kematian Covid-19 tersebut.
Arif mengatakan masih banyak kabupaten/kota belum melaporkan soal data kematian ini. Ia meyakini masih banyak kasus kematian yang tidak tercatat oleh kabupaten/kota.
“Kami juga menemukan bias pendataan, jadi dari rumah sakit dan komunitas itu juga belum tentu terdata dengan baik di kabupaten/kota,” katanya.
Selain itu, Arif juga menemukan beberapa kejanggalan dalam pencatatan kematian yang dilaporkan oleh Satgas Covid-19. Ia menduga ada otak-atik definisi kematian.
Di Kota Malang misalnya, berdasarkan data Satgas pada Senin (19/7/2021) total kematian nihil. Padahal, pihaknya menerima laporan bahwa ada 26 jenazah yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 saat itu.
“Data kami yang didapatkan dari teman-teman pemakaman di sana, orang yang dimakamkan dengan protokol Covid-19 itu ada 26 orang, itu tanggal 19 saja. Dimana 9 orang meninggal dalam posisi isoman,” ujarnya.
Terkait itu, Arif berharap pemerintah dapat memperbaiki sistem pendataan lebih baik lagi. Menurutnya, data itu penting untuk mengetahui kondisi riil saat ini.
“Ini sebenarnya menjadi data publik yang sangat penting untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat, seberapa besar pandemi ini,” katanya.
Kamis (22/7/2021) kemarin tambahan kasus kematian Covid-19 di Indonesia kembali pecah rekor. Sebanyak 1.449 orang dilaporkan meninggal usai terpapar Covid-19. Dengan demikian, total kasus kematian mencapai 79.032 orang.
Sementara itu, pasien positif Covid-19 bertambah 49.509 kasus. Total kasus positif Covid-19 menjadi 3.033.339. Sedangkan pasien yang dinyatakan sembuh bertambah 36.370, sehingga total pasien pulih sebanyak 2.392.923 orang.
Untuk kasus aktif atau pasien yang masih dalam perawatan dan isolasi mandiri mencapai 561.384 orang atau bertambah 11.690 dari kemarin.
Bantah Otak-atik Data
Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan pihaknya tidak pernah mengotak-atik data jumlah kematian akibat covid-19. Proses pendataan diklaim telah dilakukan secara terkontrol dan terstruktur.
“Upaya memanipulasi jelas tidak ada, tidak ada, tidak ada itu. Logic-nya adalah silakan periksa juga, tunjukin,” ucap Wiku seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (23/7/2021).
“Kalau ada otak-atik data pasti diketahui juga oleh orang lain. Dan ada keanehan dan diketahui orang lain. Kan kita ngontrol semua, Menko (Menteri Koordinator) itu ngontrol terus, itu setiap hari rapat koordinasi nasional. Itu kan dikontrol terstruktur,” tambahnya.
Wiku menjelaskan ada beberapa faktor yang memungkinkan perbedaan data kematian di pusat dan daerah. Pertama, adanya perbedaan definisi mengenai kematian.
Ia menyebut data kematian yang dicatat oleh Satgas sudah melewati tahap konfirmasi atau pasien yang dinyatakan meninggal sudah dipastikan karena Covid-19. “Perbedaan angka ini dapat disebabkan karena perbedaan definisi kematian yang dicatatkan di sumber tersebut dan yang ditetapkan oleh pemerintah,” ucap Wiku.
Kedua, katanya, perbedaan data dapat disebabkan adanya ketertundaan (delay) pelaporan data daerah ke pusat. Ia menyebut dengan lonjakan kasus seperti saat ini, tenaga kesehatan akan lebih dulu mendahulukan tes dan pencatatan orang yang terkonfirmasi positif covid-19 dibandingkan data kematian.
“Pada kasusnya tinggi, beban tenaga kesehatan termasuk petugas lab, tinggi kan? Nah kalau tinggi, antara memeriksa serta mencatat melaporkan, dipilih yang mana? Meriksa dong,” ucapnya.
“Entri datanya (kematian) pasti dinomorduakan karena mereka ingin memberikan pelayanan yang baik adalah testing dulu. Sehingga datanya delay begitu,” imbuhnya. [wip]