(IslamToday ID) – Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqqodas mengkritik KPK yang hanya menuntut mantan Menteri Sosial (Mensos) Juliari Batubara 11 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi pengadaan bantuan sosial (bansos) Covid-19.
Busyro mengatakan jaksa KPK semestinya bisa memberikan tuntutan hukuman seumur hidup bagi Juliari apabila tuntutan hukuman mati sulit untuk dilakukan.
“Hukuman mati sekarang tak pernah diterapkan. Karena syaratnya sulit sekali. Sehingga tuntutan paling ideal tak perlu hukuman mati seperti dikatakan Firli. Bisa dengan hukuman seumur hidup. Dan itu ada konvensinya,” kata Busyro seperti dikutip dari CNN Indonesia, Kamis (29/7/2021).
Mantan pimpinan KPK itu menilai lembaga yang kini dipimpin Firli Bahuri Cs tersebut tengah mengalami degradasi dan ketumpulan dari sisi filosofis, sosiologis, dan yuridis usai menjatuhkan tuntutan 11 tahun bagi Juliari.
Busyro menjelaskan secara sosiologis, korupsi merupakan bentuk kejahatan luar biasa atau extraordinary crime dan berdampak sistemik. Terlebih, kasus yang menjerat Juliari ini terkait bansos Covid-19.
Di sisi lain, ia melihat martabat negara yang tercantum dalam UUD 1945 tengah dihancurkan oleh para koruptor. “Sehingga korupsi sekarang menggambarkan adanya birokrasi yang mencerminkan state capture corruption,” ujarnya.
Lebih lanjut, Busyro menyayangkan jaksa KPK yang hanya menuntut pencabutan hak politik Juliari selama empat tahun. Mestinya, Juliari dituntut pencabutan hak politik sampai 20 tahun mengingat korupsi yang dilakukan sudah merugikan banyak pihak.
“Kenapa tak dikembangkan tradisional KPK yang lama? Yakni dicabut hak-hak politiknya dulu rata-rata 5 tahun, sekarang bisa dicabut hak-hak politiknya bisa sampai 20 tahun,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri sempat mengancam akan memberikan tuntutan pidana mati terhadap pelaku korupsi di tengah bencana. Namun hal itu tak terbukti di pengadilan ketika jaksa KPK hanya menuntut Juliari selama 11 tahun.
Tuntutan 11 tahun penjara itu berbanding terbalik dengan sikap menggebu-gebu Firli. Tahun lalu, Firli mengaku akan meminta pelaku korupsi saat bencana atau pandemi Covid-19 diancam hukuman mati.
“Ini tidak main-main. Ini saya minta betul nanti kalau ada yang tertangkap, saya minta diancam hukuman mati. Bahkan dieksekusi hukuman mati,” kata Firli di Gedung Transmedia, Jakarta pada 29 Juli 2020.
Dikonfirmasi, Firli mengatakan untuk menuntut seorang terdakwa dengan ancaman hukuman mati harus memenuhi unsur pidana pasal 2 ayat (1) UU Tipikor.
“Silakan ke jubir (juru bicara), hukuman mati diatur dalam pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. Untuk menuntut seorang tersangka dengan ancaman hukuman mati maka harus memenuhi unsur pidana pasal 2 ayat 1 UU Tipikor. Silakan ke Pak Ali (Ali Fikri). Dulu pernah saya sampaikan,” kata Firli melalui pesan tertulis, Kamis (29/7/2021).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyatakan fakta persidangan menjadi landasan jaksa dalam menuntut terdakwa, termasuk Juliari. Menurutnya, KPK tak terpengaruh dengan opini, keinginan, maupun desakan pihak mana pun.
“Dalam menuntut terdakwa, tentu berdasarkan fakta-fakta hasil persidangan. Pertimbangan alasan memberatkan dan meringankan juga menjadi dasar dalam menuntut baik pidana penjara, uang pengganti maupun denda dan pencabutan hak politik,” ungkapnya.
Ia menegaskan dalam perkara Juliari pihaknya menerapkan pasal suap, bukan pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. “Penerapan pasal tentu karena berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh dari hasil penyidikan,” katanya. [wip]