IslamToday ID — Ahli Hukum Tata Negara Refly Harun menanggapi pernyataan Direktur Eksekutif Indonesia Future Studies Gde Siriana Yusuf terkait impor vaksin sinovac di kanal Youtube miliknya.
Dalam pernyataan tersebut Gde Siriana mengaku heran, mengapa pemerintah masih mengimpor vaksin Sinovac hingga kini, padahal vaksin tersebut menurut Gde , dinilai lebih mahal dan memiliki efikasi rendah.
Refly menyebutkan pernyataan yang dilontarkan Gde Siriana sama dengan pertanyaan dibenak publik terkait vaksin sinovac. Selain lebih mahal, dan efikasi yang rendah, vaksin ini juga ditolak di beberapa negara, salah satunya Arab Saudi.
Melihat kondisi ini, Refly menyebutkan pemerintah seolah lebih memilih membeli mobil bekas dengan harga yang mahal dibanding membeli mobil baru yang harganya lebih rendah dan kualitas terjamin.
“Beberapa negara termasuk Arab Saudi menolak vaksin ini. Jadi vaksin ini boleh berlaku kalau ada booster-nya penguatnya vaksin yang selain buatan China. Itu sama saja kita membeli mobil bekas dengan harga lebih mahal dibandingkan beli mobil baru,” ucapnya, Senin (26/07/21)
Refly juga menduga ada dalang dibalik pengambilan keputusan pembelian vaksin sinovac ini. Hal ini bisa terlihat dari harga vaksin sinovac dengan AstraZeneca yang 4 kali jauh lebih mahal. Dimana selisih harganya hingga Rp 161.000.
“Jadi itu jelas kalau hitung-hitungannya ya selisihnya Rp 211 ribu dikurang Rp 50 ribu kurang lebih ya more or less 161.000 bayangkan. Jadi memang 4 kali lipat kita , lebih dari 4 kali lipat ya. Kok bisa gitu ya, pertanyaannya adalah siapa aktor yang memutuskan ini dan perburuan rente macam apa yang sedang mereka lakukan ini,” jelasnya.
“Jadi ini menjadi apa big question tentunya dan kenapa soal vaksin ini tiba-tiba selalu memunculkan pro dan kontra,” tambahnya.
Selain itu, Refly juga mempertanyakan good governance dan clean government dari pemerintahan terkait pengadaan vaksin ini. Pasalnya keuntungan dari pemberian vaksin ini terkesan jauh dari harapan.
Oleh karena itu, ia meminta jalur pengadaan alat-alat kesehatan terutama vaksin lebih dicek secara masif,karena dikhawatirkan akan membuka kasus korupsi.
“Makanya jangan heran, kita bukan menolak vaksin ya walaupun banyak juga yang menolak vaksin ya. Tapi lebih pada ( mempertanyakan ) soal-soal good governance dan clean government,” pungkasnya.
Penulis Kanzun