IslamToday ID — Rektor Universitas Paramadina, Prof Didik J. Rachbini menyebutkan pemerintah mengalami kegagalan dalam penanganan pandemi di Indonesia. Bahkan ia menilai pemerintah era Jokowi tidak dapat menyelesaikan krisis kesehatan akibat pandemi.
“Saya tidak mungkin bisa mengatakan kebijakan pengendalian covid ini berhasil dan buktinya itu kita menjadi epicentrum global pandemi, sekarang kita sudah menjadi epicentrum global dan banyak sekali ekspatriat yang pergi ya karena mereka tidak yakin bahwa pemerintah bisa mengatasinya,” kata Didik dalam diskusi daring di Kanal Youtube, Selasa (27/7/21).
Menurutnya ada beberapa faktor penyebab kegagalan pemerintah sejak pandemi menghampiri Indonesia. Pertama, pemerintah merespon awal pandemi di tahun 2020 dengan respons lengah, eskapis, serta denial.
Respon yang lengah tersebut mengakibatkan Indonesia kehilangan golden time (waktu emas). Padahal golden time tersebut menjadi kunci waktu yang tepat dan jika ditangani dengan tepat akan meminimalisir dampak buruk seperti yang terjadi pada hari ini.
Kedua, aspek organisasi yang buruk. Prof Didik melihat, penanganan pandemi Covid-19 tidak jelas koordinasinya. Organisai penanganan terlalu gemuk seolah dikerjakan seperti kerja sambilan dari kerja utama di kementerian.
Ia menuturkan pola organisasi semacam itu, merupakan kepemimpinan yang lemah dan tidak kredibel.
“Padahal kepemipinan di masa krisis amat berbeda ketika di masa normal. Kepemimpinan di Indonesia jelas sedang diuji,” ucap Prof. Didik
Ketiga, kepemimpinan di semua level bermasalah. Dalam pandangannya, komando yang diberikan tidak satu arah tapi banyak arah serta membingungkan. Tak hanya itu, pimpinan lembaga pengendalikan Covid-19 juga selalu berganti.
Kempat perbedaan data antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Data resmi terlalu berbeda dan tidak mencerminkan data sesungguhnya di lapangan. Masalahnya, kata dia, pemerintah selalu
Kelima, kebijakan ekonomi lebih menjadi pilihan utama di masa pandemi. Sehingga hal ini berimbas kepada porsi anggaran kesehatan di APBN yang mendapatkan dana sedikit dan terlihat seolah terabaikan.
Lanjutnya, anggaran untuk penanggulangan ekonomi nasional (PEN) Rp 690 triliun untuk membenahi ekonomi. Maka tidak heran jika muncul isu tidak diberikannya dana intensif untuk tenaga kesehatan hingga belum terbayarnya tagihan rumah sakit.
Selain itu, ia menduga adanya penggelembungan dana dalam dana tersebut.
“komitmen kepada mitra, tenaga kesehatan dan rumah sakit sebagai mitra dan stakeholder, amat lemah. Nakes dan rumah sakit banyak yang belum dibayar. Nakes banyak terpapar obat-obatan hilang dari pasaran,” ucap Didik.
“Terjadi penggelembungan dana dengan utang yang sebagiannya merupakan produk perburuan rente,” pungkasnya lagi.
Penulis Kanzun Dinan