(IslamToday ID) – Pakar politik dan hukum Universitas Nasional (Unas) Saiful Anam menyatakan jeritan rakyat akan hilang jika pemerintah mau melakukan karantina wilayah atau lockdown dan membiayai semua kebutuhan dasar.
Hal itu diungkapkan Saiful menanggapi pernyataan Presiden Jokowi soal rakyat menjerit di saat kebijakan Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
“Presiden Jokowi malah salahkan rakyat, kalau lockdown berani tidak untuk biayai rakyat? Kalau berani rakyat tentu akan menerima kebijakan lockdown, tapi kalau PPKM darurat rakyat tidak diberikan apapun tentu rakyat akan melawan,” ujar Saiful seperti dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (30/7/2021).
Karena menurut Saiful, dengan menyalahkan rakyat, maka publik sadar bahwa presiden tidak mengerti persoalan dan cenderung hanya menyalahkan rakyat berkaitan dengan penerapan kebijakan PPKM darurat maupun lockdown.
“Saya kira rezim sedang ingin cuci tangan atas kegagalan penanganan Covid-19, lalu menyalahkan rakyat atas pilihan kebijakan PPKM maupun lockdown,” kata Saiful.
Kalau pemerintah berani memenuhi kebutuhan sandang dan pangan rakyat termasuk hewan ternak, kata Saiful, rakyat tentu akan mengikuti arahan pemerintah.
“Tapi kalau rakyat dilarang melakukan aktivitas tapi tidak dipenuhi segala kebutuhannya, sudah bagus presiden tidak diturunkan oleh rakyatnya,” pungkas Saiful.
Analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menilai jeritan rakyat terjadi karena Jokowi tidak mengikuti perintah UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
“Jokowi keliru lagi. Mengapa rakyat menjerit ketika diterapkan PPKM darurat? Sebabnya karena rakyat tidak diberikan bantuan kebutuhan dasarnya. Jokowi tidak mengikuti dan tidak mengindahkan perintah UU No 6/2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,” ujar Ubedilah.
Menurutnya, Jokowi enggan melakukan karantina wilayah karena menghindari tanggung jawabnya untuk memberikan jaminan kebutuhan dasar rakyat.
“Maka dia gunakan istilah PPKM darurat yang tidak ada di dalam UU No 6/2018 itu. Jadi logika Jokowi keliru kalau mengatakan PPKM darurat saja menjerit apalagi karantina wilayah,” kata Ubedilah.
Argumentasi Ubedillah, penyebab rakyat menjerit di saat Jokowi terapkan kebijakan PPKM darurat, rakyatnya tidak diberi uang untuk mencukupi kebutuhan dasarnya.
“Berikan setiap rakyat bantuan sebesar gaji satu bulan sesuai UMP atau disesuaikan, maka rakyat tidak akan menjerit ketika istirahat sebulan di rumah,” sambung Ubedilah.
Karena, masih kata Ubedilah, uang pemerintah untuk melaksanakan karantina wilayah pelaksanaan karantina wilayah ada. Ia menyarankan untuk menghentikan sementara proyek infrastruktur atau menggunakan dana saldo anggaran lebih (Silpa) senilai Rp 388 triliun.
“Jadi utamakan nyawa rakyat dulu, ekonomi kemudian. Rakyat sehat dulu, Covid reda karena rantai penyebaran terputus selama satu bulan (karantina wilayah). Maka dengan SDM yang sehat masyarakat akan produktif dan ekonomi akan bangkit kembali,” pungkas Ubedilah.
Presiden Jokowi mengaku telah mendengar aspirasi masyarakat kecil yang menjerit agar PPKM darurat dibuka. Atas dasar itu, pemerintah tidak memberlakukan lockdown karena dinilai akan menutup total seluruh sektor yang justru semakin memberatkan rakyat.
“PPKM Darurat itu kan semi lockdown. Itu masih semi saja, saya masuk ke kampung, saya masuk ke daerah, semuanya menjerit minta untuk dibuka,” ucap Jokowi dalam acara pemberian bantuan presiden produktif usaha mikro di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (30/7/2021). [wip]