(IslamToday ID) – Kritik yang dilontarkan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra terkait kebijakan Presiden Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19 mendapat pujian dari ekonom senior, Rizal Ramli.
“Wow. Assesmen Yusril ini serius,” katanya melalui akun Twitter @RamliRizal pada Ahad (1/7/2021).
“Sudah lama ngilang begitu nongol, Yusril langsung mau nendang penalti,” tambahnya.
Sebelumnya, Yusril memberi pandangannya soal mengapa tingkat penularan Covid-19 belum menurun. Ia menilai salah satu faktor yang membuat pandemi belum membaik adalah karena kebijakan yang berubah-ubah.
Seperti diketahui, kebijakan pemerintahan Jokowi beberapa kali mengalami pergantian dengan istilah yang bebeda-beda, mulai dari PSBB, PPKM Darurat, hingga PPKM Level 3-4.
“Saya berpendapat, ya agak terlambat karena sudah lebih 1,5 tahun menyatakan darurat kesehatan berganti-ganti kebijakan,” ujarnya dalam webinar yang digelar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Sabtu (31/7/20210) seperti dikutip dari Law Justice.
“Orang dan rumusan-rumusan hukum juga tidak selalu jelas, dan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan menimbulkan pertanyaan, apakah pure pelanggaran atau ada unsur politik,” tambahnya.
Yusril berpandangan bahwa kebijakan dan masalah di atas memberikan citra yang kurang positif kepada pemerintah. “Karena ada anggapan orang tertentu yang kena, tebang pilih,” ungkapnya.
Yusril menilai pemerintah harus menemukan rumusan yang tepat dalam penanganan Covid-19, termasuk soal landasan hukum. Ia mengingatkan bahwa jika pemerintah salah langkah, maka korban Covid-19 bisa terus berjatuhan.
“Enggak ada yang menjamin kesehatan kita sekarang. Salah kebijakan bisa mati massal, dan kalau mati massal itu bisa genocide (genosida) juga karena pembunuhan bersifat massal,” jelasnya.
Lebih lanjut, Yusril mengatakan bahwa landasan hukum pemerintah dalam penanganan Covid-19 masih bermasalah. Ia mencontohkan PPKM Level 3-4 yang hanya diatur melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri (Mendagri).
Begitu pula terlibatnya Menteri BUMN Erick Thohir dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam penanganan Covid-19 yang dinilai tak sesuai tugas.
“Kalau legitimasi dipertanyakan, orang memberi instruksi juga gimana ya, tarik ulur, mundur maju mundur maju,” kata Yusril.
Oleh karenanya, Yusril menilai bahwa pemerintah perlu merapikan instrumen hukum dalam menangani pandemi, termasuk melibatkan dokter-dokter ketika mengambil kebijakan.
“Dokter orang yang profesional tidak bisa diabaikan. Suara mereka ini harus menjadi pertimbangan utama dalam menangani urusan pandemi,” pungkasnya. [wip]