(IslamToday ID) – Masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 akan berakhir pada hari ini, Senin (2/8/2021). Ada beberapa catatan buruk selama PPKM Level 4 diberlakukan di sejumlah daerah sejak 21 Juli lalu.
Kematian jadi hal yang paling disoroti selama PPKM Level 4. Rekor kematian karena Covid-19 tercatat pada 27 Juli yang mencapai 2.069 orang.
Selama PPKM Level 4, total ada 19.523 orang meninggal dunia karena Covid-19. Dengan kata lain, Indonesia melaporkan 1.627 kematian setiap hari pada kurun 21 Juli hingga 1 Agustus.
Kemudian ada 489.978 kasus positif Covid-19 selama 12 hari penerapan PPKM Level 4. Rata-rata ada 40.831 kasus baru setiap hari. Bahkan, jumlah kasus baru hampir tembus 50.000 dalam sehari pada hari kedua dan hari ketiga PPKM Level 4.
Dalam lima hari terakhir, jumlah tambahan kasus harian tampak menurun. Pada 28 Juli, Indonesia melaporkan 47.791 kasus baru. Lalu terus menurun hingga 30.378 kasus pada 1 Agustus. Namun, angka itu masih jauh dari target pemerintah, yaitu 10.000 kasus per hari.
Angka itu pun tak menunjukkan penurunan tingkat penularan. Positivity rate masih berkisar di angka 25,6 persen selama PPKM Level 4 diterapkan.
Angka itu masih jauh dari standar Badan Kesehatan Dunia (WHO). WHO menyebut idealnya positivity rate berada di angka 5 persen.
Dari catatan itu, pemerintah hanya mampu melakukan vaksinasi Covid-19 kepada 779.607 orang per hari. Angka itu di bawah target pemerintah, yaitu vaksinasi 1 juta orang per hari di bulan Juli.
Selanjutnya, pemerintah bakal mengumumkan kelanjutan dari PPKM Level 4 yang akan habis pada hari ini.
Epidemiolog Universitas Griffith Dicky Budiman menilai pemerintah masih perlu memperpanjang PPKM Level 4. Pasalnya, saat ini penyebaran virus corona di Indonesia belum sepenuhnya terkendali.
“Dari kacamata epidemiolog, idealnya tetap dilanjutkan, karena positivity rate masih tinggi, angka kematian masih tinggi. BOR (bed occupancy rate) walaupun sudah turun tapi harus diingat komposisi masyarakat yang ke RS mungkin hanya 15-20 persen, sisanya banyak yang isoman di rumah,” kata Dicky seperti dikutip dari CNN Indonesia, Senin (2/8/2021).
Jika merujuk data Satgas Penanganan Covid-19, tingkat positivity rate di Indonesia selama satu pekan terakhir, dari 25-31 Juli masih berada di angka 25,63 persen. Angka tersebut masih jauh di atas dari standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menetapkan agar positivity rate tidak lebih dari 5 persen.
Dengan kondisi seperti itu, Dicky meminta pemerintah berpikir ulang untuk melonggarkan PPKM. “Kalau dilonggarkan PPKM-nya, maka kasus kesakitan dan kematian bisa meningkat lagi, karena kondisinya belum aman,” imbuhnya.
Namun demikian, Dicky menilai dari sisi ekonomi dan sosial, pemerintah bisa saja melonggarkan aturan-aturan dalam PPKM. Sebab, banyak masyarakat mulai menjerit, karena urusan perut yang tak dapat ditunda lagi.
Oleh sebab itu, ada sejumlah catatan yang perlu menjadi perhatian, bilamana pemerintah berencana melonggarkan PPKM. Pertama, memperkuat testing, tracing, dan treatment (3T) serta memperbanyak capaian vaksinasi.
Kemudian, mengurangi mobilitas dalam jumlah tinggi. Ia menilai saat ini sepatutnya perkantoran masih harus menerapkan skema bekerja dari rumah atau work from home (WFH) 100 persen.
Dicky juga meminta pemerintah serius menekan angka kematian, salah satunya memberikan perlindungan pada orang-orang yang berisiko tinggi seperti lansia, ibu hamil, dan penderita komorbid.
“Keluarkan kebijakan untuk melindungi mereka. Penting visitasi ke rumah dan analisa risiko awal sebelum isolasi mandiri,” tuturnya.
Jangan Setengah-Setengah
Ketua Satgas Covid-19 PB IDI Zubairi Djoerban menanggapi rencana pemerintah mengumumkan nasib PPKM. Ia berharap pemerintah dapat mengambil keputusan tepat.
Zubairi menyinggung keputusan pemerintah dalam aturan pemberlakuan PPKM sebelumnya yang berlaku hingga Senin (2/8/2021), yaitu mengenai makan di tempat maksimal 20 menit bagi rumah makan yang malah mengundang reaksi konyol.
“Jangan setengah-setengah, sehingga malah jadi guyonan warga, seperti durasi makan 20 menit,” katanya dalam akun Twitter resminya seperti dikutip dari Republika.
Zubairi mengingatkan pemerintah agar mengambil keputusan berdasarkan data dan fakta. Ia berharap pemerintah konsisten dengan tujuan yang ingin dicapai dalam mengatasi pandemi Covid-19. “Semoga ada keputusan tepat dari hasil evaluasi dan bukti-bukti. Tegaskan kembali apa yang ingin kita capai,” ujarnya.
Zubairi juga mengimbau supaya pemerintah dan masyarakat menyadari pentingnya upaya bersama mengatasi pandemi. Ia menekankan bahwa angka kematian yang terjadi kini sudah begitu mengkhawatirkan. Ia tak ingin kondisi ini berlarut-larut.”Seolah-olah, 1.000-an kematian per hari tak ada artinya bagi kita,” ucap Zubairi.
Hati-hati dengan Pelonggaran
Guru Besar Paru FK UI Prof Tjandra Yoga Aditama menilai ada perbaikan nyata dari sisi beban rumah sakit dan lebih mudahnya masyarakat mencari pertolongan kesehatan. Namun, angka penularan masih tinggi pada satu hari jelang berakhirnya masa PPKM Level 4.
Berdasarkan ini, pemerintah perlu berhati-hati bila nantinya memutuskan menambah pelonggaran, termasuk dalam penerapannya yang sebaiknya dilakukan secara bertahap.
“Untuk itu, kalau toh akan dilakukan kemungkinan kedua ini maka pemilihan pelonggaran perlu dilakukan dengan amat hati-hati. Tentu dilakukan secara bertahap dan dapat disesuaikan lagi dari waktu ke waktu kalau diperlukan,” ujarnya seperti dikutip dari Republika.
Tjandra berpendapat pelonggaran tambahan memungkinkan kasus bisa meningkat yang berimbas rumah sakit akan dipenuhi pasien Covid-19 kembali. “Kemungkinan memberikan beberapa tambahan pelonggaran lagi, tentu dengan konsekuensi kemungkinan kasus akan dapat meningkat lagi dan rumah sakit akan penuh lagi,” katanya.
Di sisi lain, kegiatan yang masih harus dibatasi secara sosial juga sebaiknya dipatuhi dengan ketat dan tidak terbawa ikut longgar.
Lalu bagaimana dengan PPKM Level 4, perlukah diperpanjang? Analisis situasi dari WHO pada 28 Juli 2021 menyatakan, apabila masih terjadi penularan amat tinggi di masyarakat, maka perlu adanya upaya menekan hal ini melalui implementasi ketat public health and social measures (PHSM).
Dari sisi angka penularan, bila membandingkan data 1 Agustus lalu dengan 3 Juli 2021, terjadi peningkatan kasus. Angka kasus pada 1 Agustus lalu berada di angka 30.768, atau lebih tinggi dibandingkan 3 Juli yang angka kasusnya mencapai 27.913.
Berdasarkan angka kepositifan total, pada 3 Juli 2021 jumlahnya sebesar 25,2 persen, sedangkan menurut PCR/TCM angkanya 36,7 persen. Angka ini naik pada 1 Agustus, menjadi 27,3 persen dan 52,8 persen berdasarkan PCR/TCM.
WHO menyatakan situasi dikatakan sudah terkendali apabila angka kepositifan di bawah 5 persen. Melihat ini, menurut Tjandra, situasi akan menjadi lebih terkendali bila pemerintah meneruskan PPKM.
Namun, keputusan ini perlu dibarengi jaminan bantuan sosial bagi semua orang yang terdampak. “Dengan meneruskan PPKM, maka situasi yang mulai membaik akan menjadi lebih terkendali dan terjaga baik untuk tidak meningkat lagi,” kata Tjandra. [wip]