IslamToday ID — Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra menilai pemerintah terlambat dalam menangani pandemi covid sejak awal tahun 2020. Padahal isu virus covid-19 pertama kali muncul di dunia pada akhir 2019. Namun pemerintah baru mempersiapkannya pada Maret 2020.
Yusril juga menela’ah penggunaan hukum yang diterapkan pemerintah ketika menentukan kebijakan. Menurutnya, penggunaan peraturan perundang-undangan yang digunakan tidak mencukupi landasan hukum dalam menghadapi masalah pandemi covid-19.
“Saya sudah menela’ah berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan masalah pandemi ini saya sudah mengatakan pada waktu itu peraturan perundang-undangan yang ada itu tidak cukup untuk menghadapi masalah besar yang timbul karena pandemic covid-19 ini,” ucapnya dalam kanal Youtube ( 1/08/2021)
Yusril menilai UU Kesehatan serta UU kekarantinaan tidak cukup memadai dalam mengatasi pandemi covid-19. Mantan Menteri Hukum dan Perundang-undangan ini menyebutkan seharusnya pemerintah menciptakan satu Undang-Undang yang mengarah terhadap penanganan pandeminya bukan hanya membuat UU yang mengarah ekonomi saja.
Pasalnya, menurutnya, kebijakan pemerintah yang digunakan selama ini tak berdasarkan legitimasi yang cukup kuat. Terutama dalam kebijakan pembatasan mobilisasi. Tak hanya itu, pemerintah juga selalu menerapkan Kebijakan pembatasan yang berubah-ubah. Padahal ia melihat, kebijakan ini tak meberikan dampak signifikan.
“Menurut hemat saya pada waktu itu, pemerintah harus segera menciptakan satu UU baru, bisa dengan Perppu, lalu pemerintah punya legitimasi untuk mengambil satu tindakan. Negara untuk bertindak itu harus punya legitimasi hukum , kalau tidak orang akan bertanya legitimasinya, dasar apa bertindak ini ,” ucap Yusril.
“Pada masa sekarang ini, legitimasi selalu jadi kesalahan. Seperti sekarang diterapkan PPKM- Darurat kemudian diubah menyesuaikan dengan kriteria,dasar hukumnya apa, instruksi mendagri. Jadi legitimasi dipertanyakan,” tambahnya.
Untuk itu, Yusril menyatakan, pemerintah harus menemukan rumusan yang tepat dalam penanganan COVID-19, termasuk dalam pembuatan landasan hukum. Sebab apabila salah langkah, korban COVID-19 bisa terus berjatuhan.
“Enggak ada yang menjamin kesehatan kita sekarang. Salah kebijakan bisa mati massal, dan kalau mati massal itu bisa genocide (genosida) juga karena pembunuhan bersifat massal,” tutur Yusril.
Lanjutnya, dalam penentuan kepemimpinan pengendalian covid disebutnya tak masuk akal. Ia mempertanyakan kewenangan apa saja yang dimiliki Menteri BUMN Erick Thohir dan Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam penanganan Covid-19 sehingga dapat terpilih menjadi komando. Ia bahkan menilai terpilihnya dua menteri ini dinilai tak sesuai tugas.
“Apa kewenangan dan kaitannya Menteri BUMN , Mentri Investasi,” tutupnya.
Penulis Kanzun