(IslamToday ID) – KPK menyatakan keberatan dengan hasil evaluasi Ombudsman RI terkait proses pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK). Menurut KPK, TWK merupakan urusan internal yang tidak seharusnya dicampuri oleh Ombudsman.
“Kami menyampaikan keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan Ombudsman RI kepada KPK,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (5/8/2021).
Menurutnya, KPK akan segera menyampaikan nota keberatan kepada Ombudsman pada Jumat (6/8/2021). Lembaga antirasuah itu memiliki 13 poin keberatan yang akan disampaikan kepada Ombudsman RI.
Keberatan itu, antara lain KPK menilai pokok perkara yang diperiksa Ombudsman merupakan pengujian keabsahan formil pembentukan Perkom KPK No 1 Tahun 2020 yang merupakan kompetensi absolut Mahkamah Agung (MA) dan saat ini sedang dalam proses pemeriksaan.
KPK juga berpendapat bahwa pokok perkara pembuatan peraturan alih status pegawai KPK, pelaksanaan dan penetapan hasil TWK yang diperiksa oleh Ombudsman, bukan perkara pelayanan publik.
KPK juga membantah ada penyisipan materi TWK dalam tahapan pembentukan kebijakannya. Ghufron mengatakan, pelaksanaan TWK sudah dilakukan sesuai aturan yang berlaku. Ia menegaskan tidak ada malaadministrasi apapun dalam pelaksanaan tes.
Poin keberatan lainnya adalah berkenaan dengan pelaksanaan rapat harmonisasi yang dihadiri pimpinan kementerian atau lembaga. Ghufron mengatakan kehadiran pimpinan dalam rapat harmonisasi tersebut bukanlah sebuah tindakan yang menyalahi aturan.
“Ombudsman tidak memahami pasal 35 UU No 5/2014 tentang Adminstrasi Pemerintahan bahwa delegator itu sewaktu-waktu ketika hadir itu tidak masalah secara hukum dan bukan kesalahan,” katanya seperti dikutip dari Republika.
Adapun tentang backdate nota kesepahaman kerja sama antara KPK dan Badan Kepegawaian Nasional (BKN), Ghufron mengatakan MoU itu tidak pernah digunakan dan tidak ada konsekuensi hukumnya dengan keabsahan TWK dan hasilnya. KPK juga membela BKN dalam hal kompetensi melaksanakan TWK.
Menurut Ghufron, BKN telah diberikan kewenangan untuk melakukan pembinaan, manajemen, termasuk membina dan menyelenggarakan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Untuk itu, KPK menolak untuk mencabut Surat Keputusan (SK) 652 yang menjadi dasar penonaktifan 75 pegawai yang dinyatakan tidak lulus TWK. Ghufron juga mengatakan bahwa KPK tidak melawan perintah Presiden Jokowi terkait pegawai tak lulus TWK.
Dalam poin keberatan terakhir, KPK menyebut bahwa tindakan korektif yang direkomendasikan Ombudsman tidak memiliki hubungan sebab akibat. Tindakan korektif itu bahkan bertentangan dengan kesimpulan dan temuan laporan hasil akhir pemeriksaan.
Ghufron berkelakar bahwa KPK tidak tunduk pada instansi apapun. KPK tidak berada di bawah institusi apapun dan tidak bisa diintervensi kekuasaan manapun. “Kami tidak ada di bawah institusi atau lembaga apapun di Republik Indonesia ini, sehingga mekanisme dalam memberikan rekomendasi ke atasan, ya atasan KPK langit-langit ini,” kata Ghufron.
Sebelumnya, Ombudsman RI menemukan adanya cacat administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK. Ombudsman menemukan adanya penyimpangan prosedur dalam pelaksanaan tes yang menjadi penentu dalam peralihan status pegawai KPK menjadi ASN.
Ombudsman akan segera mempelajari poin-poin keberatan yang bakal disampaikan KPK tentang laporan hasil akhir pemeriksaan TWK. “Kami menunggu surat dari KPK dan lampirannya. Kami pelajari,” kata anggota Ombudsman RI Robert Na Endi Jaweng.
Penyidik senior KPK nonaktif, Novel Baswedan menilai pimpinan KPK seharusnya malu dengan temuan Ombudsman RI yang menyebut adanya kecacatan administrasi dalam seluruh proses pelaksanaan TWK.
“Temuan dari Ombudsman itu serius, dan menggambarkan bahwa proses TWK adalah suatu skandal serius dalam upaya pemberantasan korupsi. Mestinya pimpinan KPK malu ketika ditemukan fakta itu, setidaknya responsnya minta maaf,” kata Novel, Kamis (5/8/2021).
Namun, lanjutnya, KPK justru menolak tindakan korektif yang disampaikan oleh Ombudsman RI. Novel memandang sikap lembaga antirasuah itu sangatlah luar biasa.
“Ini memalukan dan menggambarkan hal yang tidak semestinya dilakukan oleh pejabat penegak hukum. Karena kaidah penting yang mesti dipegang oleh pejabat penegak hukum adalah taat hukum dan jujur. Sayangnya pimpinan KPK tidak bisa menjadi contoh atas hal itu,” tegas Novel. [wip]