(IslamToday ID) – Cara penanganan terhadap berbagai bentuk kritik kepada pemerintah melalui mural ataupun poster yang marak belakangan ini dikritik Amnesty International Indonesia.
Bukan cuma dinilai mengancam hak kebebasan berekspresi dan berpendapat, penanganan kasus mural akhir-akhir ini menimbulkan efek gentar pada warga, sehingga tidak berani berpendapat kritis.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena mengatakan mural seperti ‘404 not found’ dan poster ‘Dipaksa Sehat di Negara Sakit’, serta karya-karya serupa merupakan bentuk ekspresi kebebasan berpendapat yang dilindungi oleh hukum HAM internasional maupun konstitusi Indonesia.
“Tindakan kepolisian dan aparat negara lainnya yang berlebihan, termasuk mencari pembuatnya jelas mengancam hak atas kebebasan berekspresi dan berpendapat,” kata Wirya dalam keterangan tertulis, Jumat (20/8/2021).
Ia mengatakan meski mereka yang dituduh dalam pembuatan mural tidak jadi tersangka, namun pernyataan petugas terkait “mengamankan” pelaku atau bahkan memaksa untuk meminta maaf, jelas bisa menciptakan efek gentar.
“Yang membuat orang enggan untuk mengungkapkan pendapat yang kritis. Ini akan semakin menggerus ruang kebebasan berekspresi di Indonesia,” katanya seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Menurutnya, ini akan semakin menggerus ruang kebebasan berekspresi di Indonesia. Ia menegaskan tidak boleh ada orang yang takut untuk menyampaikan pendapatnya secara damai dan terbuka di Indonesia.
Lebih lanjut, Wirya menyinggung pidato Presiden Jokowi di sidang tahunan MPR RI pada 16 Agustus lalu, yang mengatakan bahwa kritik terhadap pemerintah adalah bagian penting dari kehidupan bernegara.
“Presiden beserta jajarannya harus memastikan bahwa aparat penegakan hukum di lapangan juga mengerti hal tersebut. Jika tidak maka pernyataan tersebut hanya sebatas lip service saja,” ucapnya.
Mural wajah mirip Jokowi dengan tulisan ‘404 Not Found’ sebelumnya dihapus aparat keamanan karena dianggap menghina simbol negara.
Kepolisian turun tangan mengusut kasus mural itu dengan memeriksa sejumlah saksi. Belakangan kepolisian menyebut tak ada unsur pidana terkait pembuatan mural.
Di Klaten, kepolisian mengusut selebaran berisi sindiran penanganan Covid-19 pemerintah. Kertas-kertas bertuliskan ‘Dipaksa Hidup di Negara Sakit’ itu ditemukan di sejumlah titik di Kabupaten Klaten.
Kapolres Klaten AKBP Eko Prasetyo mengaku telah memerintahkan jajarannya untuk melakukan penyelidikan terkait hal ini.
“Saat ini Polri dalam hal ini Polres Klaten sedang melakukan penyelidikan terhadap selebaran-selebaran yang ada di wilayah Klaten, terkait perpanjangan PPKM,” kata Eko, Rabu (18/8/2021).
Sementara itu, Satreskrim Polres Tuban, Jawa Timur (Jatim) sempat mengamankan seorang bernama RS, yang hendak menjual kaus bergambar mural ‘Jokowi 404: Not Found’. RS dibebaskan setelah dirinya mengaku bersalah, menghapus cuitannya, dan membuat pernyataan minta maaf.
Di tempat lain, Mabes Polri meminta agar jajarannya tidak terlalu responsif dalam menindak para pengkritik pemerintah, termasuk soal mural kritis yang menyindir Presiden Jokowi di jalanan yang sedang menjamur.
Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan Presiden Jokowi tak mau ada penindakan hukum terhadap pendapat-pendapat kritis. “Bapak Presiden tidak berkenan bila kami (polisi) responsif terhadap hal-hal seperti itu,” katanya, Kamis (18/8/2021).
Ia mengatakan, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah memiliki banyak aturan yang ditujukan kepada jajaran dalam menindaklanjuti perkara-perkara yang berkaitan dengan kritik terhadap pemerintah dan presiden.
Sebagai pucuk pimpinan reserse di kepolisian, Agus mengatakan bahwa konten-konten satire semacam itu tak perlu ditanggapi terlalu reaktif, apalagi sampai diproses hukum. Ia meminta agar masyarakat mengajukan komplain jika ada tindakan polisi yang dinilai membungkam kritik. [wip]