(IslamToday ID) – Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar menyatakan kemajuan teknologi komunikasi membuat informasi diproduksi dan disebar secara masif. Tingginya penggunaan media sosial (medsos) di masa pandemi ini harus diimbangi dengan peningkatan literasi pandemi di masyarakat luas.
Hal itu diungkapkan Kiai Miftach pada acara webinar “Literasi Pandemi dan Pemulihan Ekonomi di Kalangan Milenial Muslim” yang digagas Komisi Informasi dan Komunikasi MUI dengan Kementerian Kominfo, Sabtu (4/9/2021).
Menurutnya, upaya peningkatan literasi pandemi saat ini sangat penting. Semua pihak harus bahu-membahu terlibat dalam upaya tersebut.
Ia juga menyambut baik digelarnya webinar yang akan dilaksanakan dalam 20 seri ke depan dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat itu. Harapannya, agar tidak ada lagi masyarakat yang menerima berita tanpa tabayyun (konfirmasi).
“Kita berharap bahwa terjadi peningkatan literasi pandemi di masyarakat luas. Masyarakat yang saat ini yang budaya mudah menerima berita tanpa cross check. Tanpa tabayyun. Bisa sedikit demi sedikit terjadi perubahan,” ungkap Kiai Miftach.
Ia pun mengingatkan bahaya dari menjadi bangsa yang latah atau bangsa imma’ah (membebek atau ikut-ikutan), yakni bangsa yang mudah dipengaruhi oleh kabar yang tersiar, sehingga menjadi bangsa yang tidak punya pendirian.
Ia kemudian mengutip hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi. “Janganlah kalian menjadi bangsa imma’ah. Bangsa yang latah. Bangsa yang mudah dipengaruhi. Bangsa yang mudah ikutan. Bangsa yang tidak mempunyai pendirian. Bangsa yang tidak menunjukkan jati dirinya,” tegasnya dalam sesi keynote speech.
Rasulullah SAW, lanjut Kiai Miftach, mengingatkan umatnya untuk tidak menjadi umat imma’ah. Tetapi harus menjadi umat yang berpendirian dan berkepribadian.
“Jangan seperti itu (menjadi bangsa yang latah) kata Rasulullah. Watthinu anfusakum. Mantapkan pendirianmu. Tunjukkan kepribadianmu,” lanjutnya.
Kiai yang juga Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menutup keynote speech-nya dengan harapan agar upaya pelaksanaan webinar itu dapat menjadi ruang ikhtiyar bagi para punggawa dan relawan pegiat literasi, serta dapat memperkecil budaya dan watak latah.
“Semoga kita bisa makin memperkecil, meminimalisir daripada budaya-budaya, watak-watak, pengalaman pengetahuan yang mudah menerima berita tanpa cross check. Mudah menerima hasutan. Karena pemahaman (literasi pandemi) itulah yang bisa membedakan orang yang berpendidikan, dan orang yang tidak berpendidikan,” tutupnya. [wip]