(IslamToday ID) – Ketua MUI KH Cholil Nafis angkat bicara terkait pernyataan yang disampaikan pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati yang menuding banyak sekolah di Indonesia berkiblat pada militan Taliban dan bahasa Arab sebagai ciri teroris.
Kiai Cholil menilai pernyataan Susaningtyas itu bukan sebagai pengamat melainkan penyesat. Ia merasa lucu dengan pernyataan tersebut. Ia menduga Susaningtyas tidak memahami bahasa Arab sehingga mengaitkannya dengan teroris.
“Mengamati atau menuduh. Gara-gara tak mengerti bahasa Arab maka dikiranya sumber terorisme atau dikira sedang berdoa hahaha. Ini bukan pengamat tapi penyesat,” katanya seperti dikutip dari akun Twitternya, Rabu (8/9/2021).
Saat dikonfirmasi lebih lanjut, Kiai Cholil menjelaskan bahasa Arab adalah yang paling sempurna. Selain itu, bahasa Arab menjadi bahasa di Islam dan jadi bahasa Alquran. Jadi, kalau ada orang berbahasa Arab jadi teroris maka bukan bahasa Arabnya yang salah.
Ia melanjutkan, secara argumentasi tidak bisa dibenarkan jika profesor korupsi kemudian menuding perguruan tinggi adalah sarang korupsi.
“Pengajaran bahasa Arab sama dengan orang mengajarkan agama. Jadi, kalau mengatakan Islam agama teroris salahnya di situ, ini kesalahpahaman,” katanya seperti dikutip dari Republika.
Lebih lanjut, Kiai Cholil mempertanyakan pernyataan Susaningtyas yang menganggap orang yang tak hafal nama-nama partai politik (parpol) merupakan ciri teroris. Ia menilai Susaningtyas punya logika yang kacau.
“Masa tak hafal nama-nama parpol dianggap radikal? Nanti kalau tak kenal nama-nama menteri dikira tak nasionalis. Kacau nih logikanya,” ujarnya.
Ia mempertanyakan apa hubungan radikal dengan parpol. Ia mencontohkan, jika ada orang yang tidak mau tahu dengan parpol karena tak percaya masa disebut radikal.
“Jangan-jangan tidak kenal menteri juga disebut tak nasionalis, sementara menterinya ganti-ganti. Saya hafal semua nama menterinya namun bisa jadi masyarakat awam tak hafal karena sibuk dengan makan, hidup,” katanya.
Jadi, ia menilai basis intelektual Susaningtyas lemah, pengamatannya kacau dan pernyataannya tendensius. Sebab, pengamat seharusnya netral, berbasis rasional, dan argumentatif.
Sebelumnya, pengamat intelijen Susaningtyas Nefo Kertopati menilai saat ini banyak sekolah di Indonesia yang mulai berkiblat ke Taliban yang ia anggap sebagai organisasi radikal.
Ia menyebutkan ciri-ciri sekolah dan para gurunya yang mulai berkiblat ke Taliban atau ke radikalisme, diantaranya tidak mau hafal nama-nama partai politik.
“Mereka tak mau pasang foto presiden dan wapres. Lalu mereka tak mau menghafal menteri-menteri, tak mau menghafal parpol-parpol,” ujar Susaningtyas dilansir di Program Crosscheck yang disiarkan di akun YouTube.
Ia mengatakan gerakan sekolah yang berkiblat pada Taliban ini, tentu harus diwaspadai. Karena sekolah merupakan pabrik pencetak para pemimpin negeri di masa depan, sekolah pula yang mencerdaskan bangsa.
Mantan anggota DPR Komisi I ini juga menyebut ciri anak muda yang terpapar radikalisme adalah dengan memperbanyak belajar bahasa Arab.
“Bagaimana saya tak khawatir, anak muda kita sudah tak mau lagi hormat pada bendera Indonesia, tak mau menyanyikan lagu Indonesia Raya. Berbahasa Arab,” ujarnya.
Ia menambahkan, bukan berarti Arab itu memiliki konotasi teroris, namun kalau arahnya ke terorisme bahaya. “Karena sebenarnya mereka juga ingin berkuasa, ingin punya kekuasaan, tapi mereka ingin berkuasa dengan cara mereka sendiri,” ujarnya. [wip]