ISLAMTODAY — Kepolisian Resor Kota Surakarta membantah adanya penangkapan mahasiswa saat kunjungan Presiden Joko Widodo ke Universitas Sebelas Maret (UNS), Senin (13/9).
Polresta Surakarta mengaku hanya membawa 10 mahasiswa ke Mapolresta Surakarta untuk diberi pengertian mengenai tata cara menyampaikan pendapat.
Kapolresta Surakarta, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak mengatakan Polisi menjamin kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Namun perlu mematuhi tata cara yang sudah ditentukan.
Salah satunya, koordinator aksi harus menyampaikan pemberitahuan kepada polisi paling lambat 3×24 jam sebelum dilaksanakan.
“Seharusnya adik-adik memberitahukan kepada Polri terkait agenda dan materi yang disampaikan sehingga Polri bisa memberikan pengamanan terhadap agenda tersebut,” pungkasnya dalam keterangan pers, Senin (13/9).
Ade juga beralasan semua aksi yang berpotensi menimbulkan kerumunan dilarang untuk mencegah penyebaran Covid-19. Kerumunan dikhawatirkan menjadi pusat penyebaran virus secara masif.
“Penanganan dan pengendalian Covid-19 harus menjadi perhatian bersama sehingga pandemi ini bisa ditangani dan dikendalikan supaya masyarakat sehat, ekonomi kuat dan semua kembali pulih dengan cepat,” tandasnya, dilansir dari CNN Indonesia.
Kini, Polresta Surakarta sudah melepas 10 mahasiswa tersebut. Presiden BEM UNS, Zakky Musthofa mengatakan mereka dilepas sekitar pukul 15.30 WIB. Meski demikian, Zakky tetap menganggap aparat berlebihan dalam menyikapi 10 rekannya.
“Kami menyampaikan pendapat lewat poster kemudian mereka menangkap atau mengamankan kami. Secara tidak langsung, apa yang kami lakukan itu dilarang,” jelasnya.
Padahal, para mahasiswa tersebut sama sekali tidak melakukan pelanggaran.
“Kalaupun mereka tidak setuju dengan apa yang kami lakukan, kenapa harus dibawa ke Polresta? Kan bisa saja disampaikan lewat lisan dengan penyampaian yang baik di tempat,” tandas Zaky.[IZ]