(IslamToday ID) – Keramik impor banjiri pasar Tanah Air sejak kuartal IV-2020. Tak ayal, hal ini jelas mengancam keberlangsungan industri keramik lokal.
Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI) buka suara terkait hal itu. Ketua Umum ASAKI Edy Suyanto menyebutkan bahwa importir China, India, hingga Vietnam dinilai memanfaatkan momentum turunnya Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dari 23 persen menjadi 19 persen.
Selain itu, adanya penerapan anti-dumping Eropa terhadap keramik China dan India membuat pasar keramik dialihkan ke Indonesia. Tantangan lain adalah adanya disparitas harga produk lokal dan impor semakin menekan daya saing keramik domestik
“Sesungguhnya yang jadi permasalahan kita yang selalu kita sampaikan bahwa kita mengalami yang namanya unfair trend, dimana kita melihat bahwa produk China, mereka didukung dengan subsidi dari pemerintah China, dimana setiap mereka ekspor mendapatkan tax refund 14 persen,” ujar Edy dalam wawancara program ‘Profit CNBC Indonesia’, Kamis (10/09/2021).
Disamping itu, menurutnya, China juga mengakali produk dengan melakukan penurunan ketebalan keramik yang tadinya berukuran 10 mm namun saat ini hanya rata-rata di level 8 mm. Hal ini menurunkan biaya produksi, sehingga ini akan mempengaruhi secara kualitas dari keramik itu sendiri.
Hingga kini China masih menggunakan batubara dalam memproduksi, sedangkan Indonesia masih menggunakan gas.
Selain itu, Edy juga mengatakan keberhasilan dari negara-negara Timur Tengah, Eropa, dan Amerika Serikat (AS) menerapkan anti-dumping pada produk China dan India, sehingga bisa memberikan peluang untuk Indonesia beranjak ke arah serupa.
Direktur Industri Semen Keramik dan Pengolahan Bahan Galian Non Logam Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Adie Rochmanto Pandiangan menyebutkan pentingnya intervensi pemerintah untuk mengatasi serbuan keramik impor yang kian menjadi-jadi dan menyelamatkan industri keramik nasional melalui kebijakan tariff barrier maupun non-tariff barrier. [wip]