(IslamToday ID) – Polda Sulawesi Utara (Sulut) buka suara usai Inspektur Kodam XIII/Merdeka Brigjen Junior Tumilaar bersurat ke Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait rencana pemeriksaan anggota Babinsa yang mendampingi terlapor dalam kasus penyerobotan dan sengketa lahan.
Surat yang ditulis tangan oleh Brigjen Junior dalam secarik kertas itu beredar di media sosial dan viral dalam beberapa hari terakhir.
Ia menembuskan surat itu kepada Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto; Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Jenderal Andika Perkara, Kapolri, dan Panglima Kodam Merdeka Mayjen Wanti Waranei Franky Mamahit.
Brigjen Junior merasa keberatan apabila koleganya sesama prajurit TNI harus diperiksa oleh polisi ketika tengah mendampingi orang yang dianggapnya sebagai korban kasus penyerobotan tanah.
Semula, penyidik Satreskrim Polresta Manado memerlukan keterangan dari Babinsa Winangun terkait dengan sikap dirinya yang mengizinkan para pekerja untuk tetap beraktivitas di atas lahan bersengketa. Klarifikasi itu semula akan dilakukan pada 21 Agustus 2021.
“Hal ini dilakukan karena masih dalam proses penyelidikan, dimana tujuan penyelidikan adalah untuk mendapatkan atau mengumpulkan keterangan, bukti atau data-data yang digunakan untuk menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu tindak pidana atau bukan,” kata Kabid Humas Polda Sulut, Kombes Pol Jules Abraham Abast dalam keterangan resmi, Selasa (21/9).
Ia menjelaskan bahwa Kapolresta Manado dan Dandom 1309/Manado kemudian menjalin koordinasi terkait dengan langkah penyidikan itu. Disimpulkan bahwa undangan klarifikasi terhadap Babinsa tidak jadi perlu dilakukan.
Namun, katanya, sejumlah pekerja yang beraktivitas di lahan bersengketa itu tetap akan diperiksa oleh polisi.
Hanya saja, surat klarifikasi tetap terkirim. Jules beranggapan bahwa sikap penyidik Polresta Manado itu tak melaui jalur koordinasi lintas institusi sehingga harus diperiksa internal oleh bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sulut. “Tidak dilakukan klarifikasi sampai saat ini,” jelasnya.
Undangan klarifikasi itu dilakukan ketika penyidik tengah mendalami laporan yang dibuat oleh PT Ciputra Internasional (Citra Land Manado) dengan terlapor seorang warga bernama Ari Tahiru. Salah satunya, aduan nomor 690 terkait dugaan penyerobotan tanah di Tingkulu.
Polisi, kata Jules, tengah melakukan pemeriksaan di tempat kejadian perkara (TKP) dan menemukan pekerja serta alat berat yang masih beroperasi. Hal itu dinilai dapat menganggu proses penyelidikan sehingga operasional tersebut diminta untuk dihentikan.
Saat itu, kata dia, Babinsa Winangun berada di lokasi untuk menjaga alat berat tersebut. “Penyidik lalu menyampaikan, jangan dulu ada kegiatan karena lokasi tersebut dalam status sengketa,” ucap dia.
Hanya saja, pada 16 Agustus 2021 polisi kembali mendapati aktivitas operasional kegiatan di lahan bersengketa tersebut. Kala itu, Babinsa tetap mengatakan kepada warga untuk melanjutkan pekerjaannya.
Oleh sebab itu, polisi kemudian mengirimkan surat undangan klarifikasi terkait dengan kegiatan-kegiatan warga di tanah bersengketa itu.
Dalam kasus ini, setidaknya ada ada empat LP yang dibuat dengan dugaan pelanggaran pidana yang berbeda-beda.
Pertama, LP tertanggal 18 Februari 2021 terkait dugaan perusakan panel beton milik PT Ciputra Internasional di Winangun Atas, PIneleng, Minahasa. Ari Tahiru dilaporkan bersama warga lain bernama Decky Israel Walewangko.
Kemudian, laporan tertanggal 22 April 2021 terkait dugaan pengrusakan secara bersama-sama pagar seng dan panel beton. Ketiga, pengaduan nomor 690 yang dibuat pada 28 Juni 2021.
Terakhir, laporan polisi tertangga 15 April dengan Ari Tahiru sebagai pelapor dan PT Cputra Internasional sebagai terlapor terkait dugaan penyerobotan tanah.
“Terkait adanya Laporan Polisi dan Pengaduan tersebut, Penyidik melakukan proses penyelidikan dan penyidikan guna melayani masyarakat untuk mencari keadilan melalui proses penegakan hukum berdasarkan asas equality before the law (kesamaan di hadapan hukum),” jelas Jules.
Dari laporan terkait dugaan pengrusakan pagar panel beton, polisi telah menetapkan Ari Tahiru sebagai tersangka dan telah melakukan penangkapan pada 18 Agustus 2021.
Sementara, laporan yang dibuat oleh Ari pada 15 April 2021 telah disimpulkan oleh penyidik bahwa peristiwa itu bukan suatu tindak pidana. Polisi, katanya, beranggapan bahwa kedua pihak memiliki hak atau bukti kepemilikan tanah masing-masing.
Selain itu, telah dilakukan peninjauan lokasi yang dihadiri oleh kedua belah pihak sebelum kesimpulan itu dicapai. Kata dia pengecekan SHGB kedua pihak sama-sama terdaftar di BPN Kota Manado.
“Sedangkan Surat Register Desa Pineleng dari pelapor (Ari Tahiru), ternyata tidak terdaftar di Buku Register Desa Pineleng I Kecamatan Pineleng Kabupaten Minahasa,” jelasnya. [wip]