(IslamToday ID) – Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga menjamin tidak ada korupsi atau penyelewengan dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung meski kebutuhan dana proyek membengkak.
“Tidak ada potensi korupsi, penyelewengan, itu tidak akan kita akomodir,” ungkap Arya, Ahad (10/10/2021).
Kebutuhan dana untuk pembangunan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak. PT KAI (Persero) beberapa waktu lalu menyatakan karena pembengkakan itu kebutuhan investasi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang semula direncanakan 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp 86,67 triliun (kurs Rp 14.280) naik menjadi 8 miliar atau setara Rp 114,24 triliun.
Arya berdalih pembengkakan kebutuhan dana terjadi akibat masalah lahan yang mewarnai konstruksi proyek yang sempat jadi rebutan Jepang dan China tersebut. Hal ini terjadi karena ada penyesuaian kondisi geografis dan geologis di kawasan konstruksi proyek.
Selain itu, pembengkakan juga dipicu penyesuaian pengerjaan proyek akibat kondisi pandemi Covid-19. Akibatnya, proyek harus didesain ulang dan kebutuhan dana membengkak.
Atas kondisi ini, Presiden Jokowi kemudian menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) No 93 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Perpres No 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta-Bandung.
Dalam beleid itu, kepala negara menyatakan bahwa proyek kereta cepat akan mendapat suntikan dana dari APBN melalui penyertaan modal negara (PMN) kepada KAI. Kemudian, pemerintah akan memberikan penjaminan atas kewajiban pimpinan konsorsium dan memperbolehkan KAI menerbitkan surat utang alias obligasi bagi lembaga keuangan di dalam dan luar negeri serta multilateral.
Kendati begitu, Arya mengklaim Kementerian BUMN telah meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit keseluruhan kebutuhan dana proyek tersebut. Targetnya, hasil audit akan selesai pada Desember 2021.
“Jadi tidak ada namanya kelebihan anggaran atau akibat pembayaran ini, kita jaga itu,” imbuhnya.
Di sisi lain, Arya mengungkapkan audit ini dilakukan karena proyek nantinya akan didanai oleh APBN, sehingga perlu angka kebutuhan dana yang benar-benar tepat.
“Jadi audit dulu oleh BPKP, hasil auditnya dari sana kita akan dapat angka sebenarnya yang dibutuhkan. Sehingga kita ketika meminta bantuan dari pemerintah, itu angkanya benar-benar sudah bersih,” pungkasnya. [wip]