(IslamToday ID) – Direktur Eksekutif Amnesty International Usman Hamid menilai aksi polisi membanting seorang demonstran saat peristiwa demonstrasi di Tangerang adalah tindakan brutal dan tidak boleh dilakukan.
“Tindakan itu jelas merupakan tindakan kriminal karena dia menggunakan kekuatan dan tindakan kekerasan yang tidak diperlukan (unnecessary use of force and violence),” kata Usman seperti dikutip dari Republika, Jumat (15/10/2021).
Negara, lanjut Usman, harus membawa anggota polisi yang melakukan aksi brutal tersebut ke pengadilan untuk diadili agar ada keadilan bagi korban, dan agar itu menjadi pelajaran bagi polisi lainnya. Jika tidak maka brutalitas polisi akan berulang.
“Kasus yang baru ini terjadi hanya dalam selang waktu singkat setelah pernyataan Kapolri yang meminta jajaran Polri agar menjadi polisi humanis,” ujarnya.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga meminta polisi mengusut tuntas kekerasan yang dialami mahasiswa yang sedang berdemonstrasi di depan gedung Pemkab Tangerang pada Rabu (13/10/2021) lalu.
“Polisi harus mengusut tuntas peristiwa ini,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara melalui akun Twitternya @BekaHapsara.
Komnas HAM juga meminta Polri untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan itu dan menjamin perlakuan yang sama tidak terulang kembali. “Komnas HAM mengecam perlakuan aparat kepada kawan-kawan mahasiswa yang sedang melakukan aksi damai,” tambah Beka saat dikonfirmasi.
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hajar menyatakan, sanksi adminstratif tidaklah cukup diterapkan bagi polisi pembanting mahasiswa. Menurutnya, sanksi pidana harus dilakukan terhadap polisi yang membanting peserta aksi tersebut.
“Tidak hanya disiplin atau sanksi administratif saja, tetapi juga diproses secara pidana sebagai penganiayaan berat,” kata Fickar, Rabu (13/10/2021).
Ia menuturkan, aparat keamanan mempunyai tugas dan legalitas untuk mengamankan jalannya unjuk rasa yang dilakukan masyarakat, bukan justru melakukan kekerasan terhadap peserta unjuk rasa. Karenanya, ia meminta agar kepolisian dapat mempidana polisi yang melakukan kekerasan itu.
“Jika ada aparat keamanan sekalipun dia polisi yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat maka harus diproses hukum pidana,” ujarnya.
Peristiwa itu, tambahnya, harus menjadi perhatian Kapolri Jenderal Listyo Sigit agar bisa menertibkan aparatnya. Terutama aparat yang masih berada di tingkat bawah untuk tidak lagi menggunakan kekerasan dalam pendekatan keamanan.
“Ini perhatian bagi Kapolri untuk menertibkan aparaturnya terutama yang di tingkat bawah, bahwa zamannya sudah berubah, pendekatan keamanan itu tidak lagi fisik. Terhadap oknum tersebut harus dipidana,” katanya.
Dalam keterangan pers bersama di Mapolresta Tangerang, Rabu (13/10), petugas kepolisian berinisial NP yang membanting seorang mahasiswa berinisial MFA (21) meminta maaf atas perbuatannya. NP yang saat ini berpangkat brigadir itu mengaku akan bertanggung jawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.
“Saya meminta maaf kepada Mas Faris (MFA) atas perbuatan saya dan saya siap bertanggung jawab atas perbuatan saya,” ujar NP dalam konferensi pers yang disiarkan secara daring, Rabu (13/10/2021).
NP juga menyampaikan permintaan maaf kepada orang tua MFA yang pada saat konferensi pers berada persis di samping kiri MFA dengan kalimat yang serupa. “Saya meminta maaf kepada keluarga, Pak saya minta maaf atas perbuatan saya dan saya siap bertanggung jawab,” ungkapnya sambil mengarahkan pandangan ke arah ayah dari MFA.
Usai mengucapkan permohonan maaf, NP langsung bersalaman dan memeluk MFA. Selanjutnya, yang bersangkutan mencium tangan ayah dari MFA dengan wajah yang tampak tertunduk.
Sementara itu, memanggapi permintaan maaf dari NP, MFA mengatakan dirinya telah memaafkannya. “Tentu saya sebagai manusia menerima permohonan maaf tersebut,” tutur NP.
MFA menyatakan, insiden yang dialaminya tidak akan dia lupa. MFA pun berharap pihak yang berwajib dapat menindak kasus tersebut dengan seadil-adilnya.
“Saya berharap kepolisian terkait untuk melakukan tindakan yang tegas terhadap oknum kepolisian yang memang telah dinyatakan melakukan aksi represivitas terhadap mahasiswa,” ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Kapolresta Tangerang Kombes Polisi Wahyu Sri Bintoro juga menyampaikan permintaan maaf secara langsung mengenai aksi membanting yang dilakukan anggotanya. Dia mengakui tindakan itu merupakan aksi kekerasan dan harus dipertanggungjawabkan.
“Saya sebagai Kapolresta Tangerang meminta maaf kepada saudara MFA umur 21 tahun yang mengalami tindakan kekerasan oleh oknum pengamanan aksi unjuk rasa di depan gedung Pemerintah Kabupaten Tangerang,” ujar Wahyu.
Wahyu mengungkapkan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap oknum petugas yang membanting MFA saat aksi unjuk rasa yang berakhir ricuh tersebut. “Terhadap oknum anggota bernama NP pangkat brigadir Polresta Tangerang saat ini telah dilakukan pemeriksaan oleh tim Propam Mabes Polri dan didampingi Propam Polda Banten,” terangnya.
Mabes Polri pun akan menerjunkan Divisi Propam. Kepala Divisi Hubungan Masyarakat (Kadiv Humas) Polri, Inspektur Jenderal (Irjen) Argo Yuwono menegaskan, Divisi Propam akan mengusut aksi kekerasan petugas kepolisian yang melakukan pengamanan aksi para mahasiswa tersebut.
“Propam Mabes Polri, sudah turun ke Polda Banten. Anggota (polisi yang melakukan kekerasan) sedang diperiksa,” terang Argo lewat pesan singkatnya, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (13/10/2021).
Menurut Argo, pemeriksaan terhadap anggota kepolisian tersebut, sebagai respons Mabes Polri, untuk memastikan peristiwa sebenarnya. Tak menutup kemungkinan, sanksi berat akan dijatuhkan kepada petugas keamanan jika terjadi pelanggaran prosedur pengamanan demonstrasi. [wip]