(IslamToday ID) – Ekonom senior Rizal Ramli menyoroti utang Indonesia yang diklaim pemerintah masih di angka aman. Menurutnya, pejabat pemerintah saat menyatakan besarnya utang selalu menggunakan indikator yang tidak tepat.
“Memang banyak pejabat yang menjelaskan bahwa utang kita dikelola dengan hati-hati, bahwa pengelolaannya itu sangat prudent, sangat konservatif, dan lain-lain. Tapi kalau kita lihat angka-angka pertumbuhan utang, bisa dikatakan bahwa utang dan pengendaliannya itu ugal-ugalan. Sama sekali tidak hati-hati, sama sekali tidak prudent,” ungkap Rizal Ramli dalam acara di Bravos Radio Indonesia, Selasa (23/11/2021).
Ia mengatakan untuk membayar bunga utang saja pemerintah harus meminjam, jumlahnya sekitar Rp 375 triliun, ditambah utang pokoknya sekitar Rp 400 triliun, sehingga total Rp 775 triliun.
“Tetapi pemerintah biasanya memberikan data-data yang kelihatan meyakinkan, sering menggunakan indikator yang tidak tepat untuk menyatakan besarnya utang,” ujar Rizal Ramli.
Ia melanjutkan, para pejabat pemerintah dengan sengaja menggunakan indikator utang per GDP. Mereka mengatakan bahwa utang kita itu masih rendah.
“Mohon maaf bahwa utang per GDP itu pada waktu dirumuskan oleh negara-negara OECD ada syaratnya. Boleh segitu asal tax rasionya di atas 15 persen. Padahal Indonesia sebelum pandemi 11 persen dan hari ini jauh lebih rendah lagi,” ungkap Rizal Ramli.
Ia juga mengkritik para pejabat yang coba membandingkan utang Indonesia dengan Amerika dan bahkan Jepang. Menurutnya, jika dibandingkan dengan Amerika jelas tidak ada apa-apanya.
“Amerika utangnya lebih besar dibandingkan GDP, tapi tidak dijelaskan bahwa Amerika adalah satu-satunya negara kalau defisitnya besar tinggal mencetak uang US dolar dan disebarkan di seluruh dunia, karena Amerika negara adikuasa,” ungkap Rizal Ramli.
“Jadi walau defisitnya naik tinggi sekali, Amerika tinggal cetak 100 dolar AS dijual ke seluruh dunia, dibeli oleh negara atau penduduk di negara lain. Ongkosnya hanya 2 dolar per 100 dolar AS. Dan itu hanya bisa dilakukan Amerika karena dia adalah negara adikuasa,” lanjutnya.
Yang kedua dibandingkan dengan Jepang bahwa rasio utang Indonesia GDP-nya lebih rendah dari Jepang. Padahal Jepang itu 80 persen utangnya dibeli oleh rakyat dan investor domestik.
“Pejabat yang ngomong begini tidak juga menjelaskan bahwa Jepang itu 80 persen utangnya dibeli oleh rakyat dan investor domestik, sehingga jika terjadi apa-apa, gejolak nilai tukar itu dampaknya kecil karena mayoritas pembeli surat utangnya rakyat Jepang sendiri,” bebernya.
Ia melanjutkan, yang kedua tidak juga dijelaskan oleh para pejabat bahwa Jepang memiliki investasi di luar negeri hampir 3 tiliun dolar AS lebih. Dari investasi itu Jepang menerima pendapatan dalam nilai dolar cukup besar.
“Jadi membandingkan utang Indonesia dengan utang Jepang yang lebih gede itu betul-betul sangat menyesatkan. Jepang punya net interest income dari investasinya yang di luar negeri,” ungkap Rizal Ramli.
Ia mengatakan Indonesia tidak memiliki investasi di luar negeri yang besar, bahkan secara netto net investment international Indonesia itu negatif, karena kebanyakan orang luar negeri yang berinvestasi di Indonesia.
“Para pejabat ini memberikan informasi yang sangat-sangat menyesatkan. Mereka bilang utang kita nggak bahaya, bandingkan aja sama Amerika. Tapi mereka tidak menjelaskan bahwa Amerika adalah negara adikuasa yang bisa nyetak uang dolar berapa aja selama dia menjadi negara adikuasa,” ungkap Rizal Ramli. [wip]