(IslamToday ID) – Pengamat komunikasi politik Universitas Nasional (Unas) Selamat Ginting menilai dua kekuatan militer di Papua yakni Kodam XVII/Cenderawasih dan Kodam XVIII/Kasuari perlu ditambah kekuatannya. Ini mengingat di daerah tersebut muncul gerakan separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) atau Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang membahayakan NKRI.
Dari catatan Selamat, di Kodam Cenderawasih saat ini hanya memiliki empat Batalyon Infanteri (Yonif) dan tiga Detasemen Zeni Tempur, serta satu Detasemen Kavaleri.
“Menutut saya tiga Detasemen Zeni Tempur ini bisa dikembangkan sekalian menjadi tiga Batalyon Zeni Tempur, sehingga di Kodam Cenderawasih ini terbentuk juga Resimen Zeni Tempur untuk membawahi tiga batalyon itu,” ungkap Selamat melalui unggahan YouTube Selamat Ginting Official (SGO), Kamis (25/11/2021).
Begitu juga di Kodam Kasuari yang hanya memiliki tiga Batalyon Infanteri dan satu Batalyon Zeni Tempur. Menurut Selamat, ini sangatlah kurang jika dilihat dari kondisi dan kebutuhan wilayah.
Jumlah personel di Kodam itu terkait dengan penanganan gerakan separatis jika mereka berulah. Selamat mengatakan pola penangkapan terhadap Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) tidak bisa lagi jika dengan strategi pengejaran, namun harus dengan pengepungan.
“Kalau misalnya hanya ada satu titik kelompok separatis, maka ini harus dikepung oleh empat Batalyon Infanteri dan Zeni Tempur. Kalau pengejaran memang akan selalu lolos karena mereka lari masuk hutan dan gunung-gunung,” ungkap Selamat.
Menurutnya, TNI juga mesti berbenah dalam melakukan operasinya dengan mengedepankan operasi teritorial, yang dibackup oleh operasi intelijen, baru kemudian operasi tempur.
“Ini tantangan bagi Panglima TNI yang baru dan juga KSAD yang baru. TNI harus didorong untuk tidak melakukan kegiatan operasi dikhawatirkan malah terjadi pelanggaran HAM berat,” ujarnya.
Ia pun menyarankan adanya kebijakan strategi dengan tidak harus menjadikan wilayah Papua sebagai daerah operasi militer. Menurutnya, untuk melawan aksi gerakan separatis ini harus juga bersifat non tempur.
“Kebijakannya seperti apa, saya belum mendengar langsung apa yang akan dilakukan oleh Jenderal Andika Perkasa (Panglima TNI) dengan tidak melakukan operasi (tempur),” ujarnya.
“Menurut saya harus ada tindakan pencegahan dan penangkalan, misalnya kita kedepankan dengan operasi bakti. Tentu dengan peralatan-peralatan berat seperti buldozer, eskavator, dan lain-lain seperti dump truk, alat penjernih air, gergaji mesin, dan alat-alat pertukangan untuk melakukan operasi bakti ini,” tambahnya.
Oleh karena itu, operasi teritorial dikedepankan daripada operasi intelijen ataupun operasi tempur. Ini bisa dilakukan dengan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat.
“Bagaimana caranya mempercepat roda pembangunan di Papua? Pertama dengan membangun infrastuktur kewilayahan seperti jalan dan jembatan serta pemukiman baru, sehingga bisa membaur secara heterogen antara masyarakat Papua asli dengan pendatang,” ungkap Selamat.
Kedua, program percetakan lahan pangan perkebunan di sekitar kampung-kampung yang telah ada dengan saluran irigasi. Ketiga Panglima TNI dan KSAD bicara tentang rakyat maka program Manunggal TNI Masuk Desa, Manunggal Sosial Sejahtera meski dikedepankan lagi.
“Ini bukan hanya memperbaiki ekosistem saja, tapi juga sekaligus membatasi ruang lingkup front bersenjata yang akan melakukan manuver atau bersembunyi di daerah basis mereka,” kata Selamat.
Keempat, dengan pengembangan kampung-kampung yang menjadi sentra wilayah agrobisnis misalnya melalui program transmigrasi. Ini sekaligus untuk mengembangkan swasembada pangan di wilayah Papua, sehingga bisa mengurangi luas kawasan hutan guna membatasi ruang gerak front bersenjata tersebut. [wip]