(IslamToday ID) – Ketua KPK Firli Bahuri menegaskan tidak ada lagi pengusaha dan pejabat pemerintah yang saling melakukan suap. Pernyataan ini disampaikan setelah KPK dan Kadin Indonesia menandatangani kesepakatan anti suap, Kamis (25/11/2021).
“Mulai hari ini, tidak ada lagi pengusaha yang memberi suap kepada penyelenggara negara. Mulai hari ini pun, tidak ada penyelenggara negara menerima suap dari pengusaha,” kata Firli dalam Talkshow KPK seperti dikutip dari CNN Indonesia.
Kesepakatan ini merupakan pembaruan dari kesepakatan sebelumnya yang pernah ditandatangani pada 2017 silam. Kesepakatan ini bertujuan untuk mencegah perilaku suap antara pengusaha dan pemangku kepentingan.
Menurut Firli, kesepakatan ini akan membuat ekonomi nasional lebih lancar, mudah, efektif, dan efisien. Pengusaha tak perlu lagi mengeluarkan biaya gratifikasi demi melancarkan usahanya.
Firli pun mengapresiasi peran Kadin Indonesia yang terus bekerja sama dengan organisasinya. Ia menilai peran Kadin cukup vital untuk membantu pemerintah dalam mencapai target ekonomi.
Selain itu, Firli berharap dengan adanya kesepakatan ini tidak ada lagi suap di masa pemerintahan Presiden Jokowi yang mengundang banyak investasi ke dalam negeri.
Sebelumnya, Firli sepakat dengan usulan hukuman mati koruptor yang sempat diutarakan oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin. Ia menilai perlu ada pasal khusus yang mendukung penerapan hukum tersebut.
“Setuju. Bahkan, saya pernah menyampaikan perlu dibuat pasal tersendiri sehingga 30 tindak pidana korupsi bisa dikenakan hukuman mati,” kata Firli.
Ia mengatakan pernah menyampaikan konsep hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi dengan tetap berpegang pada pedoman aturan Indonesia sebagai negara hukum.
“Kami KPK dan seluruh segenap anak bangsa yakin bahwa para pelaku korupsi itu harus dilakukan hukuman mati. Tapi ingat, negara kita adalah negara hukum. Konsekuensinya adalah hukum menjadi panglima,” ujarnya.
“Semua proses harus mengikuti prosedur hukum. Hukuman mati sampai hari ini hanya diatur dalam Pasal 2 Ayat 2 UU 31 Tahun 1999. Syarat hukuman mati adalah tindak pidana korupsi yang dilakukan dalam keadaan bencana maupun dalam keadaan tertentu. Tetapi Pasal 2 Ayat 1 ini bisa dikenakan terhadap pelaku korupsi kalau dia melakukan tindak pidana korupsi Pasal 2 Ayat 1,” pungkas Firli. [wip]