(IslamToday ID) – Pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengusulkan pada pemerintah agar membentuk Kementerian Legislasi Nasional untuk menata, mensinkronisasi, dan merapikan semua peraturan perundang-undangan dari pusat sampai ke daerah.
Menurutnya, pembentukan Kementerian Legislasi Nasional dapat menjadi salah satu cara yang dilakukan Presiden Jokowi dalam merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Ciptaker).
“Kedua, pemerintah dapat segera membentuk Kementerian Legislasi Nasional,” kata Yusril dalam keterangan tertulisnya seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (26/11/2021).
Selain itu, lanjutnya, pemerintah memiliki opsi lain dalam merespons putusan MK soal UU Ciptaker yaitu memperkuat Kementerian Hukum dan HAM sebagai pusat hukum dan menjadi pemimpin dalam revisi UU Ciptaker.
Yusril menilai, UU Ciptaker yang dibentuk dengan cara meniru model Omnibus Law di Amerika Serikat (AS) dan Kanada itu sudah bermasalah sejak awal. Menurutnya, setiap pembentukan regulasi seharusnya tunduk secara prosedur pada UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).
Yusril pun mengaku tidak heran dan tidak kaget jika MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional.
“Ketika UU Ciptaker yang dibentuk dengan meniru gaya Omnibus Law diuji formil dengan UU PPP, UU tersebut bisa dirontokkan oleh MK. MK akan memutus bahwa prosedur pembentukan UU Cipta Kerja menabrak prosedur pembentukan UU sebagaimana diatur oleh UU PPP,” katanya.
Ia berkata, putusan MK yang menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat lebih baik dibandingkan MK menyatakan UU Ciptaker murni inkonstitusional.
Bila MK menyatakan UU Ciptaker murni inkonstitusional, menurutnya, maka Jokowi benar-benar berada dalam posisi yang sulit.
Atas dasar itu, Yusril menyarankan agar Jokowi bertindak cepat melakukan revisi menyeluruh terhadap UU Ciptaker tanpa harus menunggu dua tahun.
MK menyatakan UU Ciptaker inkonstitusional bersyarat karena cacat formil, sebab dalam proses pembahasannya tidak sesuai dengan aturan dan tidak memenuhi unsur keterbukaan.
Putusan tidak bulat karena 4 hakim berbeda pendapat, yaitu Arief Hidayat, Anwar Usman, Manahan Sitompul, dan Daniel Yusmic Pancastaki Foekh.
MK memerintahkan agar dibentuk landasan hukum untuk menjadi pedoman di dalam pembentukan undang-undang dengan metode Omnibus Law.
“Mahkamah memerintahkan agar segera dibentuk landasan hukum yang baku untuk dapat menjadi pedoman di dalam pembentukan undang-undang dengan menggunakan metode Omnibus Law yang mempunyai sifat kekhususan tersebut,” ujar Hakim Konstitusi, Suhartoyo, Kamis (25/11/2021). [wip]