(IslamToday ID) – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Hamdan Zoelva angkat bicara perihal putusan MK soal UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Ia mengaku sepakat dengan putusan MK dan menyatakan setidaknya ada tiga alasan mengapa omnibus law tersebut diputuskan inkonstitusional bersyarat.
Pertama adalah metode omnibus law yang digunakan untuk membentuk UU Cipta Kerja. Padahal, mekanisme tersebut tak diatur dalam UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (PPP).
“Ini menjadi persoalan dalam pandangan MK karena ada 78 undang-undang dengan jenis yang sangat berbeda-beda, yang banyak sekali aspek yang diatur dimasukkan dalam satu UU,” kata Hamdan dalam sebuah webinar seperti dikutip dari Republika, Selasa (30/11/2021).
Jika pemerintah ingin menggunakan metode omnibus law, seharusnya terlebih dahulu merevisi UU PPP. Mengingat ada 78 undang-undang yang dimasukkan dalam satu regulasi sapu jagat tersebut.
“Ini saya kira pesan penting pertama. Jadi, tidak bisa lagi omnibus law ini dilakukan secara sangat luas yang kalau kita lihat dalam pertimbangan-pertimbangan itu menimbulkan banyak sekali persoalan,” ujar Hamdan.
Alasan kedua adalah perubahan penulisan di beberapa substansi UU Cipta Kerja, pasca persetujuan bersama antara DPR dan presiden. Menurutnya, hal tersebut sangatlah fatal dalam pembentukan perundang-undangan.
Lazim jika MK memutus UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, mengingat pembahasannya mencakup 78 undang-undang dengan waktu yang sangat cepat. Sehingga kesalahan ketik masih terjadi seusai pengesahannya.
“Tidak gampang, tapi pembahasannya dilakukan secara cepat. Sehingga pasti banyak sekali hole dan kesalahannya yang tidak disadari karena ketidaktelitian, karena mau cepat tadi, maka MK menyorot secara khusus itu,” ujar Hamdan.
Terakhir, UU Cipta Kerja dinilai bertentangan dengan asas pembentukan perundang-undangan, terutama pada asas keterbukaan dan partisipasi publik selama pembahasannya.
“Jadi, karena begitu banyak, pembahasan begitu cepat, dan partisipasi publik yang kurang, yang minim, sehingga dengan tiga alasan secara kumulatif itulah UU Cipta Kerja ini dinyatakan cacat prosedur,” pungkasnya. [wip]