(IslamToday ID) – Pemerintah Indonesia secara resmi didesak China agar menghentikan pengeboran minyak dan gas alam di wilayah gugusan pulau tepi Laut China Selatan atau sejak 2017 disebut Laut Natuna.
Anggota DPR RI Komisi I Muhammad Farhan mengatakan satu surat dari diplomat China kepada Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) Indonesia dengan jelas menyatakan kepada Indonesia untuk menghentikan pengeboran di rig lepas pantai sementara karena itu terjadi di wilayah China.
“Jawaban kami sangat tegas, bahwa kami tidak akan menghentikan pengeboran karena itu adalah hak kedaulatan kami,” kata Farhan di komite keamanan nasional parlemen yang diberi pengarahan tentang surat itu, seperti dilaporkan AFR, Kamis (2/12/2021).
Permintaan yang belum pernah terjadi sebelumnya tersebut meningkatkan ketegangan atas sumber daya alam antara kedua negara di wilayah strategis dan ekonomi global yang bergejolak.
Presiden Jokowi saat berkunjung ke Pelabuhan Selat Lampa, Kepulauan Natuna terus menerus menegaskan kembali kedaulatan negaranya atas gugusan pulau di tepi Laut China Selatan yang diklaim China sebagai daerah penangkapan ikan tradisionalnya.
Seorang juru bicara Kemenlu Indonesia mengatakan, “Setiap komunikasi diplomatik antar negara bersifat pribadi dan isinya tidak dapat dibagikan.” Ia menolak berkomentar lebih lanjut.
Kemenlu, Kementerian Pertahanan, dan Kedutaan Besar China di ibukota Indonesia, Jakarta, tidak segera menanggapi permintaan komentar. Tiga orang lainnya yang mengaku telah diberi pengarahan tentang masalah tersebut, membenarkan adanya surat tersebut.
Dua dari orang-orang itu mengatakan China berulang kali menuntut agar Indonesia menghentikan pengeboran. Negara terbesar di Asia Tenggara itu menyatakan ujung selatan Laut Cina Selatan adalah zona ekonomi eksklusifnya di bawah Konvensi PBB tentang Hukum Laut dan menamakan daerah itu sebagai Laut Natuna Utara pada 2017.
China keberatan dengan perubahan nama tersebut dan bersikeras bahwa jalur air tersebut berada dalam klaim teritorialnya yang luas di Laut China Selatan yang ditandai dengan “sembilan garis putus-putus” berbentuk U, sebuah batas yang ditemukan tidak memiliki dasar hukum oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag pada tahun 2016.
“Itu (surat) agak mengancam karena itu adalah upaya pertama diplomat China untuk mendorong agenda sembilan garis putus-putus mereka terhadap hak-hak kami di bawah hukum laut,” kata Farhan.
China adalah mitra dagang terbesar Indonesia dan sumber investasi terbesar kedua, menjadikannya bagian penting dari ambisi Indonesia untuk menjadi ekonomi papan atas.
Menurut Farhan, para pemimpin Indonesia tetap diam tentang masalah ini untuk menghindari konflik atau pertikaian diplomatik dengan China. Menurutnya, China dalam surat terpisah juga memprotes latihan militer Perisai Garuda yang sebagian besar berbasis darat pada Agustus. Latihan tersebut, yang melibatkan 4.500 tentara dari Amerika Serikat (AS) dan Indonesia, telah menjadi acara rutin sejak 2009. Ini adalah protes pertama China terhadap mereka.
“Dalam surat resmi mereka, pemerintah China mengungkapkan keprihatinan mereka tentang stabilitas keamanan di daerah itu,” pungkas Farhan. [wip]