(IslamToday ID) – Direktur International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) Sugeng Bahagio mengatakan warga NU atau Nahdliyin belum memiliki kemandirian. Ukuran kemandirian yang ia maksud adalah jika sebagian besar atau rata-rata warga NU adalah property owner, seorang profesional, dan job holders.
“Yang dimaksud property owner adalah kita punya aset, kita punya bisnis, kita punya usaha. Kemudian kalau profesional itu lawannya kadang bekerja kadang tidak, kadang ada pendapatan kadang tidak. Sedangkan job holders itu lawannya jobless atau pengangguran,” ungkap Sugeng saat menjadi pembicara dalam acara ‘Halaqah Satu Abad NU’ yang di kantor DPP PKB, Jakarta Pusat.
Menurutnya, di kalangan warga NU dari ketiga itu masih kurang sebab masih banyak yang pengangguran, kemudian pekerjaan tak pasti, serta tidak memiliki aset atau bisnis.
Dari penelitian yang ia lakukan soal cakupan jaminan sosial misalnya, juga banyak dari warga Nahdliyin yang tidak menjadi peserta BPJS karena kerumitan sistem dan sebagainya. Sehingga ini harus diperbaiki dan menjadi tugas bersama agar mereka yang kebanyakan adalah petani dan nelayan tercakup dalam sistem jaminan sosial ini.
Sugeng kemudian bercerita bagaimana caranya bisa keluar atau hijrah dari jobless, atau dari belum punya property owner. Pertama, seorang NU perlu memajukan atau memperbaiki lingkungan atau keadaan agar warga Nahdliyin memiliki mobilitas sosial, baik karena pendidikan, karena kesempatan berprofesi, baik di dalam pemerintahan maupun di luar pemerintahan.
“Sebab institusi-institusi kita itu masih sifatnya eksklusif-ekstraktif, bahasa lainnya itu masih sedikit banyak tertutup, tidak terbuka terhadap warga Nahdliyin. Saya kasih contoh di kampung saya, kita lagi punya proyek besar Pertamina kebetulan Pak Bupati itu kader PKB punya ide untuk menjembatani kemungkinan yang akan bekerja di situ adalah high skill dan middle skill, bukan warga kampung setempat. Maka Pak Bupati mengusulkan agar ada pendidikan Politeknik agar warga lokal memperoleh kesempatan bekerja di situ, sehingga bisa win-win solusion yang high skill dapat dan penduduk setempat juga dapat,” ungkap Sugeng.
Mungkin dalam arti lain kebijakan lokal, yang artinya bagaimana proyek-proyek besar itu bisa punya ukuran keberhasilan adalah penyerapan lapagan kerja dari warga lokal, sehingga tidak hanya mereka yang berpendidikan tinggi.
“Itu adalah satu cara yang menurut kami perlu dipikirkan. Dan yang menurut saya penting sekali adalah karena ini bukan hanya NU tapi Indonesia, adalah akan sulit menjadi negara maju di tahun 2045 karena SDM dan teknologi kita tidak kita upgrade secepatnya,” ungkapnya.
“Memang sudah ada UU Pendidikan, tapi yang masih harus kita punya sebetulnya agar adanya perluasan secara sistemis dan masif keterampilan-keterampilan dan sertifikasi, sehingga SDM kita itu siap untuk mengambil bagian dan siap untuk memperoleh rezeki dari kesempatan-kesempatan yang ada. Jadi tidak diambil oleh orang yang lain,” tambahnya. [wip]