(IslamToday ID) – Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono menanggapi keras meningkatnya ketegangan antara Indonesia dan China di Laut Natuna Utara.
Ia pun menginstruksikan prajuritnya untuk menunjukkan kekuatan yang menggetarkan lawan maupun kawan dan pihak yang merongrong kedaulatan dan mengganggu kepentingan negara di laut Indonesia.
Yudo memastikan TNI AL tidak akan mundur lantaran tak ada tawar menawar terkait urusan yang menyangkut kedaulatan dan kehormatan bangsa.
“Prinsip ini harus kita pegang teguh selamanya meskipun nyawa yang menjadi taruhannya,” kata Yudo saat memberikan pidato di Upacara Hari Armada RI Tahun 2021 di Koarmada II Surabaya seperti dikutip dari Era.id, Rabu (8/12/2021).
Ia menegaskan sebagai prajurit Armada RI harus siap setiap saat dalam menjalankan amanat rakyat untuk menjaga lautan nusantara.
“Bung Karno dalam pidatonya, bangsa Indonesia tak bisa jadi bangsa yang kuat dan negara yang kuat jika tidak bisa menguasai samudera,” jelas Yudo.
Ia menegaskan Armada RI harus dilengkapi dengan kapal perang yang mumpuni dan modern meski membutuhkan waktu serta biaya yang tidak sedikit.
“Sebuah keniscayaan kita akan membangun kekuatan armada yang mampu menjaga lautan nusantara dari Sabang sampai Merauke, kekuatan armada yang deru mesinnya terdengar di Laut Mediterania, armada yang pilar perangnya berkibar di Laut Natuna Utara,” tambah Yudo.
Ia juga meminta prajuritnya mencintai dan merawat kapal perang serta rajin berlatih. “Buktikan kepada rakyat Indonesia bahwa kalian layak menyandang predikat sebagai ksatria perkasa di tengah samudera,” jelas Yudo.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR RI Muhammad Farhan mengungkapkan pemerintah Indonesia diminta oleh China untuk menghentikan segala aktivitas pengeboran di lepas pantai di seluruh Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan Laut China Selatan.
Farhan yang merupakan politisi Partai Nasdem itu menyatakan permintaan China itu disampaikan melalui surat Komunike Diplomatic pada Agustus dan September 2021 lalu.
Menurut China, kata Farhan, pengeboran yang dilakukan Indonesia tersebut melanggar prinsip nine dash line yang merupakan wilayah historis China.
Meski surat tersebut tidak bernada ancaman, namun menurut Farhan Indonesia harus menanggapinya dengan serius lantaran baru kali pertama China mengirimkan komunike diplomatic dan klaimnya di wilayah Laut Natuna Utara.
Farhan menyatakan pemerintah Indonesia telah tegas menolak hal itu karena berpedoman terhadap prinsip hukum internasional yakni UNCLOS 1982. [wip]