(IslamToday ID) – Utang pemerintah Indonesia meningkat sangat signifikan selama masa pandemi. Per Oktober 2021 utang Indonesia tercatat sebesar Rp 6.687,28 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan kenaikan utang saat pandemi adalah hal yang tak bisa dihindari. Pasalnya, ekonomi sedang dalam tekanan dan APBN sebagai instrumen keuangan negara harus melakukan fungsinya menjaga stabilisasi.
“Stabilisasi berfungsi untuk mengangkat ekonomi ke atas saat terjadi guncangan,” katanya dalam podcast Endgame di kanal YouTube Gita Wirjawan, Sabtu (11/12/2021).
Menurut Sri Mulyani, salah satu fungsi APBN sebagai stabilisator harus bisa menjaga agar negara bisa tetap menjalankan tugasnya, meskipun penerimaannya sedang terganggu. Terlebih negara harus memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat yang rentan karena pandemi yang sedang menyerang kesehatan dan ekonomi Indonesia.
“Waktu itu pemikirannya gimana ya pada saat penerimaan jatuh, tapi kita harus melakukan tugas kita. Namun jangan sampai ini jadi alasan untuk timbulkan kebiasaan fiscal policy yang buruk, tidak bertanggung jawab,” jelas Sri Mulyani.
Dengan kondisi ekonomi yang terpuruk, maka otomatis penerimaan negara juga berkurang. APBN sebagai instrumen keuangan negara yang punya fungsi stabilisasi harus mencari cara agar ekonomi bisa tetap berjalan meski penerimaan turun.
Apalagi ada biaya tambahan untuk penanganan pandemi di sisi bantuan sosial. Untuk itu, pembiayaan lewat utang menjadi pilihan.
Ini jugalah yang akhirnya melahirkan Perppu No 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Disease 2019 (Covid-19) menjadi UU. Dengan keputusan itu, maka DPR menyetujui pemerintah melebarkan defisit APBN 2020 menjadi 5,07 persen terhadap PDB. Pemerintah juga harus mencari pembiayaan sekitar Rp 852 triliun untuk menutupi defisit anggaran.
“Apakah itu harus dilakukan? Menurut saya ya iyalah, untuk bantu rakyat nggak ada pilihan. No choice. Apakah bisa dilakukan lebih baik? Pasti. Makanya kita lakukan hati-hati. Gimana konsekuensinya dengan utang yang nambah? Ya kita harus kelola habis itu,” kata Sri Mulyani.
Sebagai informasi, pada 2020 rasio awal utang yang direncanakan sebesar 29,7 persen naik hingga 39,4 persen terhadap PDB karena adanya belanja penanganan Covid-19. Hal ini menyebabkan rasio utang pemerintah terhadap PDB tercatat 40,85 persen.
Sementara, sejak Januari hingga Agustus 2021, pemerintah telah menarik utang Rp 550,6 triliun. Penarikan utang ini mencapai 46,8 persen dari target utang dalam APBN 2021 sebesar Rp 1.177,4 triliun. [wip]