(IslamToday ID) – Anggota Komisi VII DPR RI asal PKS, Mulyanto mengkritik keras pembatalan kebijakan larangan ekspor batubara yang baru sekitar 10 hari diberlakukan Presiden Jokowi. Menurutnya, pembatalan itu menandakan pemerintah tidak mempunyai dasar argumentasi yang kuat dalam membuat keputusan.
Mulyanto mengatakan, sebelum membuat kebijakan strategis harusnya pemerintah terlebih dahulu membuat kajian komprehensif agar ketika kebijakan tersebut diberlakukan dapat diterima dengan baik.
“Pemerintah dalam menetapkan suatu kebijakan harus akurat, jangan sekadar gertak sambal, yang akhirnya mudah dilobi pengusaha. Faktanya baru 10 hari sejak ditetapkan pelarangan ekspor batubara ini, kebijakan tersebut sudah dicabut kembali. Ini kan jadi terkesan kebijakan yang mencla-mencle dan tidak berwibawa,” katanya seperti dikutip dari Suara, Rabu (12/1/2022).
Mulyanto menyebut kebijakan yang diambil harusnya berbasis data komprehensif, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penyediaan batubara.
Karena berdasarkan fakta di lapangan, yang nakal bukan hanya sebagian pengusaha batubara yang tidak memenuhi kewajiban DMO dan tetap nekat mengekspor batubara, tetapi juga manajemen pengadaan batubara di pihak PLN.
“Jangan sampai ketika pengusaha teriak termasuk juga negara-negara importir batubara Indonesia, kita baru tergopoh-gopoh merespons dan mencabut pelarangan ekspor tersebut,” lanjutnya.
“Kondisi ini jelas akan merusak kewibawaan negara, baik di hadapan pengusaha dalam negeri maupun luar negeri. Kesannya pemerintah kita mudah diatur dan ditekan,” jelas Mulyanto.
Ia juga berharap agar ke depannya situasi seperti ini bisa jadi perhatian bagi pemerintah. “Ke depan situasi ini harus menjadi pelajaran bagi pemerintah. Masa negara dengan sumber batubara yang berlimpah kita kesulitan dalam penyediaannya untuk listrik,”imbuh Mulyanto.
Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Perpres larangan ekspor batubara selama satu bulan penuh. Pemerintah minta kepada semua perusahaan batubara menjual komoditas produksinya ke PLN.
Tapi baru 10 hari kebijakan tersebut dilaksanakan, pemerintah melalui Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut B Panjaitan membatalkan kebijakan tersebut. [wip]