(IslamToday ID) – Sejarawan JJ Rizal menilai pemberian nama ibukota baru Indonesia dengan istilah Nusantara terkesan Jawa-sentris.
“Sejak zaman pergerakan ketika istilah ini muncul untuk digunakan sebagai nama wilayah bangsa dan negara yang hendak didirikan, nama Nusantara segera tersingkir karena dianggap Jawa-sentris,” ungkap Rizal seperti dikutip dari Kompas, Selasa (18/1/2022).
Menurutnya, pemberian nama Nusantara bertolak belakang dengan gagasan pokok pemilihan Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai lokasi ibukota negara (IKN) baru. Pemilihan Kalimantan sebagai IKN memang disebut untuk memutus kesenjangan antara wilayah Pulau Jawa dan luar Jawa.
“Sebab, istilah Nusantara mencerminkan bias Jawa yang dominan. Nusantara adalah produk cara pandang Jawa masa Majapahit yang mendikotomi antara negara gung (Kota Majapahit) dengan mancanegara (luar Kota Majapahit),” ucap Rizal.
Ia menambahkan, di luar Majapahit inilah yang disebut sebagai nusantara. Rizal pun menilai penyebutan istilah Nusantara bukan hanya sekadar dikotomis dalam arti kewilayahan, melainkan juga terkait peradaban.
“Dalam konteks Jawa, sebutan mancanegara untuk menjelaskan wilayah yang tidak beradab, kasar, tidak teratur, atau sesuatu yang sebaliknya dari negara agung yang beradab dan harmonis,” tuturnya.
Oleh karena itu, Rizal menilai pemilihan nama Nusantara untuk menandakan ibukota negara baru kurang tepat. “Pemakaian nama ibukota baru Nusantara tidak mewakili pikiran RI yang didirikan sebagai amanat untuk setara, tetapi mewakili arogansi dan dominasi pikiran elite ‘Keraton Jawa’ gaya baru 2022,” sebut Rizal.
Sebelumnya, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengungkapkan, ibukota baru akan diberi nama Nusantara. Nama Nusantara sendiri dipilih karena istilah tersebut sudah dikenal sejak lama dan ikonik di dunia internasional.
“Ini saya baru mendapatkan konfirmasi dan perintah langsung dari Bapak Presiden yaitu pada hari Jumat. Jadi sekarang hari Senin, hari Jumat lalu, dan beliau mengatakan ibukota negara ini Nusantara,” kata Suharso, Senin (17/1/2022).
Draf RUU IKN sendiri memang belum mencantumkan nama ibukota baru sehingga hanya disebut sebagai “IKN […]” di dalam draf RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas DPR itu.
Presiden Jokowi memilih nama Nusantara dari 80 calon nama yang diajukan. Beberapa nama yang diajukan seperti Negara Jaya, Nusantara Jaya, Nusa Karya, Pertiwipura, dan Cakrawalapura. “Tetapi, kemudian akhirnya dipilih kata Nusantara tanpa kata jaya,” kata Suharso.
Nantinya, ibukota negara baru akan menerapkan konsep otorita atau daerah khusus. Dengan konsep tersebut, IKN bakal dipimpin oleh kepala otorita yang berkedudukan setingkat menteri.
Suharso mengatakan, kekhususan IKN akan berbeda dari daerah lainnya. Pemerintah daerah khusus IKN tidak akan memiliki dewan perwakilan daerah kekhususan.
“Gubernur atau bupati atau kepala daerahnya tidak juga disebut gubernur dan juga tidak dipilih. Kemudian menjalankan otonomi seluas-luasnya, tetapi terbatas dan seterusnya,” pungkasnya. [wip]