(IslamToday ID) – Ekonom senior Faisal Basri berkomentar pedas soal pemindahan ibukota negara (IKN) ke Kalimantan Timur (Kaltim). Salah satunya terkait dengan rencana pendanaan yang tidak sesuai dengan keuangan negara.
Apalagi, Indonesia masih dalam keadaan darurat dimana pemerintah harusnya fokus dalam penanganan pandemi Covid-19. Sehingga ia menyarankan pemerintah untuk menunda pemindahan IKN karena dianggap tidak memiliki urgensi.
“Kita dalam lima tahun ke depan nggak ada uang untuk IKN. IKN jangan diutak-atik, selesaikan dulu keadaan darurat. Keadaan darurat kita ya Covid ini. Ini yang penting menurut saya. Lima tahun kita harus fokus pada pemulihan,” ujarnya dalam webinar yang digelar Narasi Institute, Jumat (21/1/2022).
Kemudian, ia juga menyoroti mengenai rencana pemerintah yang ingin menggunakan dana program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk membangun infrastruktur dasar IKN. Ini dinilai tidak sesuai dengan amanat UU No 2 Tahun 2020.
“Ini UU No 2/2022 memberi keleluasaan ke pemerintah untuk melebarkan defisit dan realokasi anggaran dari pos-pos lain untuk tujuan Covid. Karena kita daruratnya kan darurat Covid. Nah kalau dana PEN dialihkan ke IKN itu namanya langgar etika, moral, dan UU-nya juga. IKN nggak ada hubungannya dengan Covid,” katanya seperti dikutip dari CNBC Indonesia, Sabtu (22/1/2022).
Selanjutnya yang dikritisi oleh Faisal adalah status pemerintahan IKN yang ditetapkan Otorita, dimana pimpinannya akan dipilih dan bertanggung jawab langsung ke presiden. Ia menilai ini semacam proyek terselubung yang sengaja dilakukan Presiden Jokowi.
Ia menjelaskan ini tercermin dari beberapa proyek pembangunan swasta telah disetujui di IKN, seperti pabrik semen hingga pengadaan air bersih. Bahkan jauh sebelum UU dibahas dan disahkan oleh DPR RI. Juga pengelolaan lahan yang ada di IKN dinilai sudah ditangani oleh orang penting di Indonesia.
“Nah Otorita di IKN yang terbayang di kita tidak ada DPRD. Jadi kenapa Otorita, ya karena pemerintah ingin melakukan pembangunan ini secara ugal-ugalan. UU belum ada sudah dibagi, apalagi UU sudah ada. Pabrik semen Hongshi Holding segera dibangun, nanti demi pembangunan IKN semen nggak boleh dari tempat lain karena ada yang dekat, Hongshi. Jadi ini sudah dibagi-bagi rata, bagi pihak-pihak yang mendukung,” jelasnya.
Faisal bahkan menyebutkan pembangunan IKN ini seperti membangun kerajaan. Pembangunan pertama yang dilakukan di sana adalah Istana Negara bukan pemukiman penduduk.
“Jadi banyak sekali yang aneh-aneh yang kesan saya dipaksakan ya, sehingga harus ada yang namanya otoriter. Jadi dibagi, tidak ada tender, tidak ada macam-macam. Jadi ini bukan lagi Republik Indonesia, tapi jadi kerajaan karena yang pertama kali dibangun adalah Istana. Apa pentingnya Istana untuk kepentingan fungsinya IKN itu. Jadi ini daulat raja, bukan daulat rakyat,” ungkapnya.
Pada prinsipnya ia menilai pemerintah tidak harus fokus ke pemindahan IKN. Sebab, selain Covid-19 masih banyak masalah yang perlu ditangani pemerintah seperti kemiskinan dan pengangguran yang meningkat, juga masalah climate change atau perubahan iklim.
“Terus ada soal climate change, di mana-mana banjir. Artinya pembangunan ini nanti, pertama untuk selamatkan rakyat dulu, sehingga urusan IKN bisa ditunda setidaknya lima tahun,” pungkasnya. [wip]