(IslamToday ID) – Komnas HAM menyimpulkan adanya penggunaan kekuatan berlebihan atau excessive use of power oleh aparat Polda Jawa Tengah terhadap warga Desa Wadas.
Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, tindakan tersebut terjadi saat pihak kepolisian mengamankan proses pengukuran lahan di Desa Wadas untuk penambangan batu andesit pada Selasa (8/2/2022) lalu.
Hal tersebut ditandai dengan pengerahan personel dalam jumlah besar dan adanya tindak kekerasan berlebihan oleh aparat dalam proses penangkapan terhadap warga desa yang menolak rencana penambangan tersebut.
“Bahwa pada 8 Februari 2022 benar terjadi tindakan penggunaan kekuatan secara berlebihan atau excessive use of force oleh Polda Jawa Tengah,” ujarnya dalam konferensi pers seperti dikutip dari CNN Indonesia, Jumat (25/2/2022).
Berdasarkan hasil identifikasi pelaku, Komnas HAM mencatat mayoritas pelaku kekerasan terhadap warga merupakan aparat kepolisian dengan pakaian sipil atau preman. Selain itu, Komnas HAM juga mendapati fakta terdapat penyitaan dua unit sepeda motor dan empat unit handphone milik warga Desa Wadas.
Beka menuturkan, selama proses pengukuran itu, pihak kepolisian juga telah mengabaikan hak perlindungan integritas warga dalam upaya mempertahankan lingkungan dan kehidupannya.
Menurutnya, penolakan warga terhadap rencana penambangan tersebut seharusnya tetap dihargai sebagaimana warga yang setuju. Aparat kepolisian, kata Beka, seharusnya tidak bersikap berlebihan dengan menangkap warga Wadas yang tidak sejalan dengan pemerintah.
“Adanya pelanggaran atas hak memperoleh keadilan dan hak atas rasa aman masyarakat. Terhadap sejumlah warga yang menolak, terjadi tindakan penangkapan disertai kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian,” tuturnya.
Beka mencatat, pihak kepolisian juga mengabaikan hak anak-anak untuk diperlakukan berbeda dengan orang dewasa saat berhadapan dengan proses hukum atau penangkapan. Selain itu, anak-anak Desa Wadas juga turut terlibat menyaksikan dan mengalami tindakan excessive aparat kepolisian.
Lebih lanjut, pihaknya juga menemukan masih banyak pengabaian dan tidak terpenuhinya hak-hak warga yang ditangkap oleh aparat selama peristiwa tersebut.
“Dampak peristiwa pada 8 Februari 2022 di Desa Wadas, masyarakat mengalami luka fisik dan traumatik, khususnya perempuan dan anak-anak yang menjadi pihak paling rentan,” ujarnya.
Sebelumnya, warga Wadas menolak penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016 yang mencaplok lahan mereka. Penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.
Pada Selasa (8/2/2022), ribuan aparat kepolisian dengan senjata lengkap dikerahkan menyerbu Desa Wadas. Mereka mencopot banner penolakan tambang andesit dan mengejar beberapa warga sampai ke rumah dan hutan.
Penduduk Desa Wadas menyatakan jumlah warga yang ditangkap aparat kepolisian saat itu sekitar 64 orang. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan orang lanjut usia.
Pelbagai elemen masyarakat sipil, seperti PBNU, Muhammadiyah hingga KontraS mengkritik keras langkah yang diambil kepolisian tersebut. [wip]