(IslamToday ID) – Presiden Jokowi pernah mengingatkan bahwa harga bahan pokok terindikasi bakal mengalami kenaikan karena ketidakpastian ekonomi global.
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono mengatakan, peringatan presiden harus disikapi dengan bijak dan tidak perlu memunculkan kekhawatiran secara berlebihan.
Menurutnya, justru kondisi tersebut harus dijadikan momentum untuk mulai menguatkan produksi dalam negeri dan mengurangi konsumsi barang-barang impor.
“Apa yang disampaikan Bapak Presiden mengandung satu pesan kunci, yakni kita harus berani berubah dan berani mengubah,” ungkap Edy seperti dikutip dari Law-Justice, Selasa (8/3/2022).
Menurutnya, ketidakpastian ekonomi global akibat pandemi Covid-19 berkepanjangan ditambah munculnya konflik Rusia-Ukraina, berimplikasi pada produksi dan konsumsi.
Pada sisi konsumsi, ungkap Edy, masih ada ketergantungan terhadap barang-barang impor. Seperti elpiji, kedelai, dan gandum, yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga.
Dalam jangka pendek, ujarnya, pemerintah tidak punya banyak pilihan, yakni tetap mempertahankan harga agar tidak naik dan stabil, dengan memberikan subsidi.
Ia mencontohkan elpiji subsidi 3 kilogram yang porsi konsumsinya mencapai 93 persen. Meskipun tren harga kontrak Aramco (CPA) mengalami kenaikan sebesar 21 persen dari rata-rata CPA akibat konflik Rusia-Ukraina, namun pemerintah tidak menaikkan harga elpiji subsidi. Tetap mengacu pada harga eceran tertinggi (HET).
“Pemerintah memberikan subsidi sekitar Rp 11.000 per kilogram. Sehingga masyarakat dapat membeli elpiji subsidi 3 kilogram dengan harga yang terjangkau,” terang Edy.
“Kalau kondisi ini berlangsung lama tentu akan memberatkan keuangan negara. Karena itu, solusi jangka panjangnya kita harus mendorong produksi dalam negeri. Agar ketergantungan pada barang impor bisa dikurangi. Salah satunya dengan mendorong penggunaan DME yang bahan bakunya batubara,” tambahnya.
Edy juga mengimbau agar masyarakat ikut andil dalam pengurangan konsumsi barang-barang kebutuhan impor. Seperti gandum yang menjadi bahan baku roti dan mi. Ia menilai sudah saatnya masyarakat bergeser ke produk karbohidrat lain yang merupakan produk dalam negeri.
“Singkong, ubi, porang, itu kan penghasil karbohidrat yang bisa kita hasilkan sendiri. Tentu tidak mudah mengubah pola konsumsi. Tapi kita mesti mengarah ke sana,” ajak Edy.
Seperti diketahui, beberapa pekan terakhir sejumlah harga bahan pokok mengalami kenaikan. Kenaikan dipicu oleh beberapa faktor seperti antisipasi tingginya permintaan dan konflik Rusia-Ukraina yang menyebabkan harga komoditas global meningkat.
Beberapa kebutuhan pokok yang mengalami kenaikan harga di antaranya elpiji non subsidi, BBM non subsidi, kedelai, dan daging sapi. [wip]