(IslamToday ID) – Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza menduga kelangkaan minyak goreng disebabkan oleh aksi para pengusaha yang memilih untuk menjual ke luar negeri.
Kebijakan pemerintah soal harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng senilai Rp 14.000 per liter dinilai tidak memberi untung bagi para pengusaha. Maka banyak pasokan untuk dalam negeri bocor diekspor yang harga jualnya jauh lebih tinggi.
“Ini pengusaha memang bandel. Pengusaha-pengusaha lebih suka ekspor,” kata Faisol, Sabtu (12/3/2022).
Ia pun meminta perhatian serius dari pemerintah dan pihak berwajib mengenai masalah ini. Faisol mengatakan, pengusaha yang menyalahi aturan harus ditindak.
Komisi yang membidangi urusan perdagangan dan salah satu mitra kerjanya adalah Kementerian Perdagangan (Kemendag) itu berencana memanggil pengusaha-pengusaha minyak goreng untuk membahas soal kelangkaan ini.
“Kami akan panggil produsen dan distributor. Kemendag pasti kita juga panggil,” ungkap politikus PKB itu seperti dikutip dari Kompas.
Lebih lanjut, Faisol tidak setuju dengan spekulasi yang menyebut minyak goreng langka di pasaran akibat panic buying (beli dalam jumlah berlebihan) dari masyarakat. “Gimana mau buying, minyak gorengnya nggak ada, apalagi panic,” tukasnya.
Dugaan soal penyelundupan minyak goreng juga pernah disampaikan oleh Menteri Perdagangan Muhammad Luthfi. Ia menilai ada oknum-oknum yang mempermainkan minyak goreng sehingga menyebabkan masyarakat masih kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga murah.
Selain penyelundupan, Lutfi menduga minyak goreng langka karena kebocoran. Pasokan yang seharusnya dijual umum, justru dijual untuk industri dengan harga tidak sesuai patokan pemerintah.
Lutfi pun mengatakan, ketersediaan minyak goreng yang banyak tetapi langka di pasaran karena ada beberapa oknum yang menimbun. Hasil timbunan itu lantas dijual ke luar negeri dengan harga yang berlaku di tingkat global.
“Jadi ada yang menimbun, dijual ke industri atau ada yang menyelundup ke luar negeri, ini melawan hukum,” ucap Lutfi saat melakukan kunjungan ke Pasar Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (9/3/2022).
Sementara itu, Inspektur Jenderal Kemendag Didi Noordiatmoko mengatakan sebenarnya pemerintah sudah secara bertahap menyelesaikan persoalan produksi hingga distribusi minyak goreng.
Namun, saat ini muncul persoalan baru yang merupakan dampak dari kenaikan harga dan kelangkaan minyak goreng sebelumnya. Persoalan baru itu adalah panic buying yang dilakukan masyarakat sendiri. Tren masyarakat kini membeli minyak goreng yang harganya sudah turun dengan jumlah banyak, melebihi kebutuhan.
Panic buying terjadi karena masyarakat sempat kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga terjangkau, sehingga ketika mendapatkan kesempatan, mereka lalu panic buying.
Padahal hasil riset menyebutkan kebutuhan minyak goreng per orang hanya 0,8-1 liter per bulan. Artinya, kini banyak rumah tangga menyetok minyak goreng. “Tapi ini baru terindikasi,” kata Didi.
Hal senada juga disampaikan Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi. Ia mengatakan panic buying dapat mengganggu ketersediaan minyak goreng di pasaran karena kapasitas produksi minyak goreng tidak sebanding dengan pembelian masyarakat.
“Saya ingin mengimbau, sebagai kepala Badan Pangan Nasional, agar tidak panic buying. Jadi kalau yang biasa satu rumah order dua pouch empat liter, enggak usah beli dua karton, tiga karton,” ungkap Arief di Pasar Induk Besar Cipinang, Jakarta, Jumat (11/3/2022).
“Kalau setiap orang, setiap rumah tangga membelinya lebih atau beberapa kali lipat, itu artinya akan menarik stok di pasar,” lanjutnya. Akibat hal tersebut, produksi dan distribusi minyak goreng harus berkejaran dengan tingginya pembelian oleh rumah tangga.
Soal fenomena panic buying minyak goreng, anggota Komisi VI DPR RI Nusron Wahid menilai hal itu terjadi karena dampak telatnya kebijakan pemerintah mengatasi masalah mahalnya harga minyak goreng. Mulai dari kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO), hingga kebijakan minyak satu harga.
“Kebijakan DMO dan DPO telat. Masyarakat kadung tidak percaya. Panic buying terjadi di mana-mana. Begitu ada barang di pasar, langsung diserbu,” ungkap Nusron, Selasa (8/3/2022).
Saat ini setelah adanya kebijakan DPO dan DMO agar stok minyak goreng tersedia, Nusron menilai masyarakat sudah terlanjur tidak percaya. Maka terjadilah fenomena panic buying.
Ketakutan warga terjadinya lagi kelangkaan minyak goreng berharga murah membuat mereka langsung memborong banyak minyak goreng saat tersedia. “Terjadi traumatik. Takut besok barangnya tidak ada lagi. Makanya diborong,” pungkas Nusron. [wip]