(IslamToday ID) – Pengaduan terhadap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terkait pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku kian menumpuk. Dari hubungan dengan pihak beperkara hingga dugaan menerima gratifikasi menyeret Lili dan membuat muruah lembaga antirasuah mengalami degradasi.
Berikut daftar kasus dugaan pelanggaran etik dan pedoman perilaku yang menyeret Lili:
1. Dugaan Gratifikasi Fasilitas MotoGP Mandalika
Pada awal April 2022, Lili dilaporkan ke Dewas KPK atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku. Ia diduga menerima fasilitas berupa akomodasi hotel hingga tiket menonton ajang balap MotoGP Mandalika 18-20 Maret 2022 dari salah satu perusahaan BUMN.
Laporan ini sedang diproses oleh Dewas. Anggota Dewas, Syamsuddin Haris mengatakan pihaknya saat ini sedang dalam tahap mengumpulkan informasi, bahan, dan keterangan dari pihak terkait yang diduga mengetahui dan memiliki informasi.
Syamsuddin bahkan meminta pihak Pertamina kooperatif untuk membantu mengusut dugaan pelanggaran kode etik Lili. Pertamina diduga menjadi BUMN yang memberi fasilitas terhadap Lili.
“Dewas berharap kepada pihak-pihak terkait, termasuk Pertamina dan anak perusahaannya, bisa bekerja sama dan kooperatif, yakni dengan memberikan keterangan secara benar dan jujur mengenai informasi yang mereka ketahui,” ujar Syamsuddin seperti dikutip dari CNN Indonesia, Selasa (19/4/2022).
Dewas belum memberikan informasi apakah Lili sudah diklarifikasi atau belum terkait laporan ini. Adapun Lili belum memberikan tanggapan sejak laporan itu diproses awal April lalu.
2. Perkara di Labuhanbatu Utara (Labura)
Pada pekan ketiga bulan Oktober 2021, mantan penyidik KPK Novel Baswedan dan Rizka Anungnata melaporkan Lili ke Dewas KPK.
Lili dilaporkan terkait penanganan perkara di Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara. Adapun laporan itu dilayangkan menindaklanjuti putusan etik Lili terkait perkara Tanjungbalai.
“Saudara LPS (Lili Pintauli Siregar) sebagai terlapor selain terlibat dalam pengurusan perkara Tanjungbalai, juga terlibat dalam beberapa perkara lainnya, yaitu terkait dengan perkara Labuhanbatu Utara yang saat itu juga kami tangani selaku penyidiknya,” ujar Novel, Kamis 21 Oktober 2021.
Novel menduga Lili berkomunikasi dengan salah satu kontestan Pilkada Kabupaten Labuhanbatu Utara yaitu Darno. Dalam komunikasi itu, ada permintaan dari Darno kepada Lili untuk mempercepat eksekusi penahanan tersangka Khairuddin Syah Sitorus selaku Bupati Labuhanbatu Utara sebelum pilkada serentak 2020 dimulai.
Khairuddin, terang Novel, juga menyampaikan bahwa dirinya memiliki bukti berupa foto-foto pertemuan antara Lili dengan Darno.
“Tujuannya menjatuhkan suara dari anak tersangka Bupati Labura Khairuddin Syah yang saat itu juga menjadi salah satu kontestan pilkada, di mana fakta ini disampaikan tersangka Khairuddin Syah kepada pelapor saat itu,” ucap Novel.
Namun, Dewas mementahkan laporan tersebut. Dewas menilai laporan kedua mantan penyidik KPK itu masih sumir. “Semua laporan pengaduan dugaan pelanggaran etik yang masih sumir tentu tidak akan ditindaklanjuti oleh Dewas,” ujar anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, Jumat 22 Oktober 2021.
3. Pembohongan Publik
Empat pegawai KPK yang dipecat dengan alasan tak lolos asesmen Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) mengadukan Lili ke Dewas KPK atas dugaan penyebaran berita bohong kepada publik, Senin 20 September 2021.
Salah satu perwakilan mantan pegawai KPK, Tri Artining Putri mengatakan dugaan pembohongan publik ini terkait konferensi pers yang dilakukan Lili pada 30 April 2021. Saat itu, kata Tri, Lili menyangkal telah berkomunikasi dengan Walikota Tanjungbalai, M Syahrial.
“Pernyataan Lili Pintauli dalam konferensi pers tersebut jelas bertentangan dengan putusan Dewan Pengawas KPK,” kata Tri.
Ia menjelaskan, dalam putusan Dewas, Lili terbukti secara sah dan meyakinkan berkomunikasi dengan M Syahrial yang merupakan tersangka KPK. Dalam putusan tersebut, Dewas juga menyatakan bahwa Lili telah menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi.
“Pelanggaran ini melanggar ketentuan kode etik dan juga ketentuan pidana dalam UU KPK,” terang Tri.
4. Kasus Tanjungbalai
Pada Senin, 30 Agustus 2021, Majelis Etik Dewan Pengawas KPK menghukum Lili dengan sanksi berat berupa pemotongan gaji 40 persen selama 12 bulan. Lili terbukti melakukan komunikasi langsung dengan pihak beperkara di KPK yaitu Walikota Tanjungbalai, M Syahrial.
Lili juga terbukti memanfaatkan posisinya sebagai pimpinan KPK untuk menekan Syahrial guna pengurusan penyelesaian kepegawaian adik iparnya Ruri Prihatini Lubis di Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Kualo Tanjungbalai. Hal itu terkait dengan pembayaran uang jasa pengabdian Ruri sejumlah Rp 53.334.640.
Sejumlah kasus etik tersebut mendapat sorotan dari sejumlah pihak, tak terkecuali oleh dunia internasional.
Dalam laporan yang diterbitkan AS bertajuk ‘2021 Country Reports on Human Rights Practices: Indonesia’, AS menyoroti pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku Lili yang berhubungan langsung dengan pihak beperkara yakni M Syahrial. Sejumlah pihak menilai sebaiknya Lili segera mengundurkan diri dari jabatannya sebagai komisioner KPK. [wip]