(IslamToday ID) – Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi berpeluang diperiksa Kejaksaan Agung (Kejagung) menyusul ditetapkannya 4 tersangka dalam kasus ekspor minyak sawit mentah atau CPO. Lutfi akan diperiksa sebagai saksi.
Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah menyatakan pemanggilan saksi untuk diperiksa tergantung pada hasil perkembangan penyidikan.
“Kita lihat hasilnya lah, ini kan berkembang terus. Siapa di penyidikan akan kita panggil,” kata Febrie seperti dikutip dari Law Justice, Kamis (21/4/2022).
Ia menerangkan siapa pun akan berpeluang diperiksa jika terkait dengan kasus tersebut. Febrie juga menegaskan pihaknya tidak akan pandang bulu. “Pasti, siapa pun yang terkait akan diperiksa,” ujarnya.
Diketahui, Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana (IWW) dan 3 pengusaha swasta lainnya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengatakan tak akan pandang bulu mengusut siapa pun, termasuk apabila kasus tersebut turut menyeret menteri.
“Bagi kami siapa pun, menteri pun, kalau cukup bukti, ada fakta, kami akan lakukan itu,” katanya, Selasa (19/4/2022).
Burhanuddin mengaku pihaknya belum memeriksa Mendag Muhammad Lutfi karena penyidikan tersebut baru dilakukan awal April kemarin. Akan tetapi, ia mengaku tak akan pandang bulu dalam penanganan perkara tersebut.
“Karena penyidikan ini kan baru mulai tanggal 4, dan kami akan dalami, padahal ini kebijakan dan kami akan dalami. Kalau memang cukup bukti kami tidak akan melakukan hal-hal yang sebenarnya harus kami lakukan, artinya siapa pun pelakunya kalau cukup bukti kami akan lakukan,” imbuhnya.
Awal mula perkara ini disebutkan Burhanuddin terjadi pada akhir 2021 ketika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasaran. Saat kelangkaan itu, pemerintah melalui Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengambil kebijakan menetapkan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya, serta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit.
“Namun, dalam pelaksanaannya perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO namun tetap memberikan persetujuan ekspor. Atas perbuatan tersebut diindikasikan dapat menimbulkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara,” ucap Burhanuddin.
Jaksa yang mengusut perkara ini, disebut Burhanuddin, telah menemukan bukti permulaan yang cukup dari 19 saksi, 596 dokumen dan surat terkait, serta keterangan ahli. [wip]