(IslamToday ID) – Sempat mandek tanpa kabar, kasus gagal bayar Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Indosurya Cipta kembali bergulir. Kasus ini bermula ketika pada tahun 2020 dana publik yang tersimpan di KSP Indosurya Cipta tak bisa dicairkan.
Koperasi ini menjanjikan bunga yang terbilang tinggi, yakni 9 hingga 12 persen per tahun. Bunga tersebut diketahui jauh di atas bunga deposito yang berkisar antara 5 hingga 7 persen pada periode yang sama.
Kasus gagal bayar KSP Indosurya Cipta kembali bergulir setelah Bareskrim menangkap dua petinggi KSP Indosurya akhir Februari lalu.
Dikutip dari Kontan, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop-UKM) diketahui sudah menjatuhkan sanksi kepada KSP Indosurya Cipta pada tahun 2018.
“Sanksi administratif sebagai upaya pembinaan terhadap temuan-temuan penyimpangan dan ketidakpatuhan koperasi tersebut untuk periode tahun buku 2018,” kata Staf Khusus Menteri Bidang Hukum, Pengawasan Koperasi dan Pembiayaan Kemenkop-UKM Agus Santoso kala itu.
Waktu itu, KSP Indosurya Cipta juga belum menyampaikan laporan keuangan dan Rapat Anggota Tahunan (RAT) 2019. Seharusnya laporan tersebut disampaikan pada kuartal I-2020. Setelah kasus gagal bayar koperasi terbongkar dan proses hukumnya berjalan, Kemenkop-UKM langsung meminta Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk memblokir segala upaya koperasi untuk melakukan perubahan badan hukum.
Pada tahun 2020 anggota tim pengurus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU), Herliana Wijaya Kusumah menyebut, utang KSP Indosurya Cipta mencapai Rp 15 triliun. Jumlah tersebut berasal dari 6.123 nasabah atau kreditor.
Sebagian besar tagihan yang masuk berasal dari kreditur konkuren baik perorangan maupun institusi besar. Sementara, Bareskrim mencatat jumlah nasabah yang bergabung dalam investasi Indosurya Cipta ini kurang lebih sekitar 14.500 investor.
Dalam perkara dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan KSP Indosurya Cipta ini, polisi menyatakan menerima 22 laporan masyarakat baik di Bareskrim maupun di Polda Metro Jaya. Laporan tersebut tersebar di sejumlah daerah dan kemudian Bareskrim mengambil alih perkara tersebut.
“Dari korban yang melapor itu, kerugiannya Rp 500 miliar. Kami juga menerima laporan dari desk penanganan Indosurya 181 laporan dari 1.262 orang dengan total kerugian kurang lebih Rp 4 triliun,” kata Kasubdit TPPU Dittipideksus Bareskrim Kombes Pol Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana.
Kemudian Bareskrim telah menangkap dua petinggi Indosurya Cipta akhir Februari lalu. Bareskrim mengatakan, telah menangkap pendiri sekaligus Ketua KSP Indosurya Cipta Henry Surya dan Direktur Keuangan KSP Indosurya Cipta June Indria.
Sementara, satu orang tersangka bernama Suwito Ayub yang terakhir diketahui sebagai Direktur Operasional KSP Indosurya Cipta sedang dalam pencarian. Saat ini, Suwito Ayub telah ada dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Bareskrim.
“Kami masih mencari Suwito Ayub. Semoga dengan ditahannya petinggi ini kami dapat mengungkap di mana uangnya, dan untuk apa saja. Nantinya kami akan melaporkan pada korban melalui mekanisme hukum yang berlaku,” kata Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan, Selasa (1/3/2022).
Setelah penangkapan dua petinggi Indosurya Cipta, Bareskrim terus bergerak dengan menyita aset yang dimiliki oleh koperasi itu. “Beberapa aset sudah kami sita terutama aset bergerak, berupa kendaraan. Sedangkan untuk aset tidak bergerak seperti properti sesuai dengan ketentuan kami masih menunggu izin penetapan dari pengadilan setempat,” terang Kasubdit TPPU Dittipideksus Bareskrim Polri Kombes Pol Robertus Yohanes De Deo Tresna Eka Trimana, Selasa (1/3/2022).
Ia menambahkan, pihaknya sedang melakukan koordinasi dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk mengurus pengambilan aset tidak bergerak. Lebih jauh, Bareskrim bilang telah melakukan tracing aset, memblokir beberapa rekening yang terafiliasi dengan KSP Indosurya Cipta, dan meminta penetapan dari pengadilan.
Selain itu, Bareskrim juga sedang mengungkap sebanyak-banyaknya uang dari para korban. Tak lupa, pihaknya juga mengharapkan informasi dari masyarakat mengenai adanya aset Indosurya Cipta yang lain.
Sepanjang kasus gagal bayar Indosurya Cipta ini bergulir, ada saja oknum yang memanfaatkan korban dengan menawarkan jasa untuk mengurus pengembalian uang dari koperasi tersebut. Dirtipideksus Bareskrim Polri Brigjen Pol Whisnu Hermawan mengimbau korban dari Indosurya Cipta untuk tidak mudah terhasut pada pihak-pihak yang menawarkan bantuan terkait pengembalian uang.
“Jangan sampai ada korban yang dimintai uang untuk mengurus ini ke polisi, jangan sampai. Orang minta uang Rp 2 juta, Rp 3 juta untuk mengurus kasus ini, potongannya 20 persen. Ini kan menyusahkan masyarakat. Sudah korban jadi korban lagi,” ujarnya.
Ia menegaskan, untuk urusan ini semuanya gratis. Masyarakat tidak perlu bayar.
Penanganan Berbeda dengan Indra Kenz
Pada tanggal 12 April 2022 lalu, sebagian korban KSP Indosurya Cipta mendatangi kantor Bareskrim Polri, Jakarta. Mereka mempertanyakan penanganan kasusnya kepada Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, yang dinilai berbeda dengan penanganan kasus lain, seperti kasus Binomo yang melibatkan Indra Kenz.
Alvin Lim, kuasa hukum dari Patricia Gouw, artis yang juga korban dari Indosurya Cipta, mendatangi Bareskrim untuk meminta klarifikasi. “Karena penanganan kasus Indosurya ini diduga asal-asalan,” ujar pengacara dari LQ Indonesia Lawfirm ini, Rabu (13/4/2022).
Menurut Alvin, penanganan kasus dugaan investasi bodong Indosurya Cipta tak secepat dan setuntas kasus Indra Kenz. Di mana di kasus Indra, keluarga dari kekasih pria itu, Vanessa Khong ikut diperiksa dan dijadikan tersangka karena diduga menerima aliran dana.
Sementara di kasus Indosurya Cipta, ayah dari bos Indosurya Cipta yang dijadikan tersangka, Henry Surya, tidak diperiksa. Padahal, kata Alvin, Surya Effendy diduga menerima aliran dana dari Henry. “Kami ingin mempertanyakan kenapa Surya Effendy yang diduga menerima aliran dana dari Henry, tidak diproses seperti ayah ataupun Vanessa Khong?” tutur Alvin.
Jika dilihat di perusahaan Indosurya Inti Finance, Henry Surya diduga awalnya hanya memiliki 49 persen saham. Namun, semua saham Henry Surya diduga dialihkan ke Surya Effendy, yang merupakan ayah kandungnya. “Itu sama sekali nggak diperiksa dan nggak dijadikan tersangka,” katanya.
Alvin bersama korban Indosurya berharap agar penanganan kasus ini bisa profesional dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, tanpa pandang bulu. Karena ada belasan ribu orang dengan total kerugian Rp 36,7 triliun. Sebagian di antaranya bahkan sampai sakit, meninggal dunia, dan terguncang kejiwaannya akibat persoalan ini.
Alvin juga mengatakan bahwa hingga sekarang belum ada pihak kepolisian di Mabes Polri yang berani menemuinya untuk memberikan klarifikasi. Ia menilai bahwa polisi sepertinya tidak berani menghadapi kriminal kelas kakap.
“Itu yang membuat kecewa Patricia Gouw dan para korban-korban Indosurya. Surat dari Kejaksaan Agung di P-19 itu menyatakan kerugian Rp 36,7 triliun, dengan 14.500 korban,” pungkasnya. [wip]