(IslamToday ID) – Presiden Jokowi disebut akan menawarkan solusi untuk mengatasi ancaman krisis pangan global yang dipicu oleh perang Rusia-Ukraina. Jokowi dilaporkan membawa proposal koridor pangan, skema yang sebelumnya pernah disampaikan beberapa negara.
Menurut laporan Organisasi Pangan Dunia (FAO), perang Rusia-Ukraina akan mendorong 47 juta orang di seluruh dunia masuk ke jurang kerawanan pangan akut.
Guru besar dari IPB mengatakan ini ancaman nyata yang juga akan terjadi di Indonesia jika perang tidak berhenti sampai 2024.
Langkah yang diambil Jokowi diapresiasi sejumlah pengamat hubungan internasional, meskipun diragukan akan diterima oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.
Duta Besar RI untuk Jerman, Arif Havas Oegroseno mengatakan Presiden Jokowi akan menyampaikan pandangan tentang krisis pangan global dalam pertemuan dengan Presiden Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.
Menurut Arif, Jokowi akan menawarkan gagasan “koridor pangan” kepada kedua kepala negara. “Ya, Pak Presiden akan minta Presiden Putin untuk membuka koridor pupuk dan koridor gandum,” katanya seperti dikutip dari BBC News Indonesia, Rabu (29/6/2022).
Koridor ini merupakan jalur distribusi barang yang dijamin kedua negara, Rusia dan Ukraina, bebas dari aktivitas perang, yang posisinya menyerupai koridor bagi warga sipil yang ingin menyelamatkan diri dari perang.
Sebelumnya, dalam pertemuan tingkat tinggi dengan pemimpin kelompok negara maju G7, Jokowi menyampaikan keprihatinan tentang ancaman krisis pangan global menyusul krisis Rusia-Ukraina.
Ancaman krisis pangan ini akan lebih dulu menyasar negara-negara berkembang.
“323 Juta orang di tahun 2022 ini, menurut World Food Programme, terancam menghadapi kerawanan pangan akut. G7 dan G20 memiliki tanggung jawab besar untuk atasi krisis pangan ini. Mari kita tunaikan tanggung jawab kita, sekarang, dan mulai saat ini,” kata Jokowi dalam KTT G7 sesi II dengan topik ketahanan pangan dan kesetaraan gender yang berlangsung di Elmau, Jerman, Senin (27/6/2022).
Dalam keterangan tertulis kepada pers, Jokowi mengatakan pentingnya dukungan negara G7 apa yang ia sebut me-reintegrasi ekspor gandum Ukraina dan ekspor komoditas pangan dan pupuk Rusia dalam rantai pasok global.
Indonesia Terancam Krisis Pangan
Dalam laporan FAO awal bulan ini disebutkan ancaman krisis pangan dunia tahun ini akan semakin mengkhawatirkan karena krisis Rusia-Ukraina.
Rusia dan Ukraina mengekspor hampir 30 persen gandum dalam perdagangan internasional pada 2021, dan juga merupakan negara eksportir terbesar bagi komoditas pangan lainnya, seperti jagung dan minyak nabati.
Sementara, Rusia merupakan produsen terbesar hidrokarbon, dan pengekspor pupuk dunia.
Pada April 2022, Indeks Harga Pangan FAO meningkat 17 persen lebih tinggi dibandingkan pada Januari 2022, dan harga serealia meningkat lebih dari 21 persen sejak Januari.
Harga minyak mentah dunia juga mengalami peningkatan antara Januari dan April 2022, dengan harga minyak Brent yang meningkat hingga 24,5 persen.
Masih dari laporan FAO, sejak 2020, angka kemiskinan terus tumbuh di seluruh dunia, sejalan dengan jumlah orang yang mengalami kerawanan pangan.
Bank Dunia memperingatkan bahwa setiap persentase kenaikan dalam indeks harga pangan akan mendorong 10 juta orang ke dalam kemiskinan ekstrem di seluruh dunia.
Menurut proyeksi Program Pangan Dunia (WFP), akibat terganggunya pasokan minyak dan pangan dari Rusia dan Ukraina ini akan meningkatkan 47 juta orang masuk pada kategori kerawanan pangan akut, dengan terbesar di Afrika sub-Sahara.
Berdasarkan simulasi FAO, jumlah orang kurang gizi secara global akan meningkat antara 7,6 dan 13,1 juta orang pada 2022/2023 sebagai dampak dari konflik ini. Namun, Indonesia tak luput dari efek krisis Rusia-Ukraina. Indonesia merupakan negara importir hampir 100 persen gandum.
Ukraina menempati posisi negara ketiga pengekspor biji gandum dan meslin bagi Indonesia. Dalam 10 tahun terakhir, nilai impor dari Ukraina ini terus meningkat. Sementara, sejak invasi Rusia berlangsung, produksi gandum dunia menurun hingga -8 persen.
“Impor gandum kita 2021 kemarin 11,7 juta ton, luar biasa besar. Dan saat ini sudah 27 persen pangan kita ini dipasok oleh gandum,” kata Guru Besar IPB Prof Dwi Andreas Santosa.
Dalam jangka pendek dan menengah, harga produk turunan gandum seperti roti, mie, tepung terigu, dan kue-kue diperkirakan akan melonjak karena harga saat ini masih menggunakan kontrak lama.
“Tetapi gandum kemungkinan besar periode 2020-2023 ini akan menurun produksinya, karena produsen gandum Ukraina dan Rusia mengalami gangguan,” tambah Prof Andreas.
Bukan hanya itu, Indonesia juga masih mengalami ketergantungan impor pangan lainnya seperti kedelai, jagung, dan gula. Harga-harga ini juga diperkirakan akan terdongkrak seiring kenaikan harga gandum dunia.
Oleh karena itu, Prof Andreas mendorong pemerintah meningkatkan produksi beras sebagai langkah antisipasi krisis Rusia-Ukraina yang akan terjadi selama bertahun-tahun ke depan. “Kecuali dalam dua tiga tahun ke depan terjadi bencana kekeringan di beberapa wilayah pangan produsen utama. Kalau itu terjadi, ya habis sudah,” tambahnya.
Selain itu, Indonesia juga masih impor pupuk dan jagung dari Rusia. [wip]