(IslamToday ID) – Kelas BPJS Kesehatan yaitu kelas 1, 2, dan 3 akan dihapus dan digantikan program Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) yang mulai diujicobakan pada Juli 2022.
Beberapa rumah sakit akan menjalankan program uji coba KRIS. Sebagai informasi, setelah kelas BPJS dihapus, biaya iuran rencananya akan ditentukan berdasarkan penghasilan masing-masing.
Berikut 4 fakta menarik terkait penghapusan kelas BPJS Kesehatan yang mulai diujicobakan pada Juli 2022:
1. Uji coba di 5 rumah sakit milik pemerintah
Pps Kepala Humas BPJS Kesehatan Arif Budiman mengatakan, ada 5 rumah sakit pemerintah yang akan melakukan uji coba program KRIS. Dengan demikian maka tidak ada lagi kelas 1, 2, dan 3 di RS ini.
“Berdasarkan koordinasi dengan DJSN dan Kemenkes, bahwa Juli adalah uji coba penerapan KRIS di 5 rumah sakit pemerintah saja,” kata Arif seperti dikutip dari DetikCom, Kamis (30/6/2022).
Ia mengatakan, sekitar 2.800 rumah sakit di seluruh Indonesia melayani peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Menurutnya, secara umum pelayanan untuk peserta JKN di rumah sakit masih berlangsung seperti biasa.
Adapun uji coba ini bertujuan untuk melihat kesiapan rumah sakit dalam menerapkan 9-12 kriteria KRIS yang sudah ditetapkan, seperti ketersediaan tempat tidur maksimal empat dalam satu ruangan, standar ketersediaan tenaga kesehatan, standar suhu ruangan, dan lain-lain.
2. Iuran tidak berubah
Terkait isu perubahan iuran, Arif menjawab saat ini tidak ada wacana tersebut. Skema dan besaran iuran masih sama dengan ketentuan BPJS sebelumnya.
Mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) No 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres No 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, besaran iuran ditentukan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN.
Bagi masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdaftar sebagai peserta PBI, iurannya sebesar Rp 42.000 dibayarkan oleh pemerintah pusat dengan kontribusi pemerintah daerah sesuai kekuatan fiskal tiap daerah.
3. Biaya iuran untuk PPU 5 persen
Ada beberapa catatan terkait biaya iuran BPJS. Arif mengatakan, peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) atau pekerja formal baik penyelenggara negara seperti ASN, TNI, Polri dan pekerja swasta, besaran iuran sebesar 5 persen dari upah. Rinciannya adalah 4 persen dibayarkan oleh pemberi kerja dan 1 persen oleh pekerja.
Ia pun menyatakan ada batas atas dan batas bawah untuk dasar perhitungan iuran BPJS. “Untuk perhitungan iuran ini berlaku pula batas bawah yaitu upah minimum kabupaten/kota dan batas atas sebesar Rp 12 juta,” tuturnya.
Lantas bagaimana jika pekerja memiliki penghasilan di atas Rp 12 juta? “Perhitungan iuran dari penghasilan seseorang hanya berlaku pada jenis kepesertaan PPU, pekerja formal yang mendapat upah secara rutin dari pemberi kerjanya,” jelasnya.
Dengan kata lain, acuan perhitungan tetap pada batas atas Rp 12 juta. Bila seorang pekerja memiliki gaji Rp 13 juta misalnya, maka iuran yang dibayarkan tetap 5 persen dari Rp 12 juta.
4. Masyarakat Bukan Pekerja (BP) bisa pilih besaran iuran
Kelompok peserta sektor informal yang tidak memiliki penghasilan tetap dikelompokkan sebagai peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP). Untuk jenis kepesertaan ini, peserta dapat memilih besaran iuran sesuai yang dikehendaki.
Kelas 1 sebesar Rp 150.000 per orang per bulan, kelas 2 sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dan kelas 3 sebesar Rp 35.000 per orang per bulan, sudah dipotong dari bantuan pemerintah sebesar Rp 7.000.
Jadi bagi seseorang yang belum memiliki penghasilan atau sudah tidak berpenghasilan dapat memilih menjadi peserta PBPU dengan pilihan kelas 1, 2 atau 3. Atau jika masuk dalam kategori masyarakat miskin dan tidak mampu yang terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) dapat masuk menjadi kelompok peserta PBI yang iurannya dibayar pemerintah. [wip]